Pendahuluan
Pengetahuan berkembang dari
rasa ingin tau yang merupakan ciri khas manusia karena manusia adalah
satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh.
Binatang juga mempunyai pengetahuan dan ilmu namun pengetahuan itu terbatas
untuk kelangsungan hidupnya. manusia mengembangkan pengetahuannya untuk
mengatasi kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidup ini. Dia memikirkan hal-hal
baru karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup tapi lebih dari
itu.
Pengetahuan pad dasarnya
adalah keadaan mental atau mental state. Mengetahui sesuatu adalah menyusun
pendapat tentang suatu obyek, dengan kata lain menyusun gambaran tentang fakta
atau tidak. Apakah gambaran itu benar atau apakah gambaran itu dekat pada
kebenaran atau jauh dari kebenaran?
Pembahasan
a. Pengertian
Hakikat berasal dari kata arab
haqqo, yahiqqu, haqiqotan yang berarti kebenaran sedangkan dalam kamus ilmiah
disebutkan bahwa hakikat adalah: Yang sebenarnya; sesungguhnya; keadaan yang
sebenarnya[1].
Ilmu berasal dari bahasa arab
alima, ya’lamu, ilman yang berarti mengetahui, pengetahuan. Jadi hakikat ilmu
adalah: mengetahui kebenaran yang sebenar-benarnya.
Ada dua teori untuk mengetahui
hakikat ilmu yaitu: realisme dan idealisme, untuk lebih lengkapnya akan kami
paparkan dalam pembahasan sebagai berikut
Realisme
Teori ini mempunyai pandangan
yang realistis terhadap alam. Ilmu menurut realisme adalah gambaran atau copi
yang sebenarnya dari apa yang ada di alam nyata (dari fkta atau hakikat). Ilmu
yang ada dalam akal adalah copi yang asli yang ada diluar akal. Hal ini tidak
ubahnya dengan gambaran yang ada dalam foto. Dengan demikian, realisme
berpendapat bahwa ilmu adalah benar dan tepat bila sesuai dengan kenyataan[2].
Ajaran realisme percaya bahwa
dengan sesuatu atau lain cara, ada hal-hal yang terdapat didalam dan tentang
dirinya sendiri, serta yang hakikatnya tidak terpengruh oleh seseorang. Para
penganut realisme mengakui bahwa seseorang bisa salah lihat pada benda-benda
atau ia melihat terpengaruh oleh keadaan sekelilingnya. namun, mereka faham
bahwa ada benda yang dianggap mempunyai wujud tersendiri, ada benda yang tetap
kendati diamati.
Alasan-alasan kenapa kita perlu mempelajari
realisme:
- Dengan menjelaskan
kesulitan-kesulitan yang terdapat dalam fikiran. Kesulitan fikiran
tersebut adalah pendapat yang mengatakan bahwa tiap-tiap kejadian dapat
diketahui hanya dari segi subjektif. Menurut rasyidi pernyataan itu tidak
benar, sebab adanya faktor subjektif bukan berarti menolak faktor
obyektif. Misalnya kalau seseorang melihat sebatang pohon, tentu pohon itu
memang yang dilihat oleh subjektif. Namun hal ini tidak berarti meniadakan
pohon yang mempunyai wujud tersendiri. Begitu juga ketika seseorang berdoa
kepada tuhan, bukan berarti tuhan itu terdapat dalam fikiran tetapi tuhan
mempunyai wujud tersendiri.
- Dengan jalan
memberi pertimbangan-pertimbangan yang positif. Menurut rasyidi umumnya
orang beranggapan bahwa tiap-tiap benda mempunyai satu sebab. Contohnya apa yang
menyebabkan ahmad sakit? Biasanya kita puas bila kita dijawab karena
kuman. Sebenarnya sebab sakit itu banyak karena ada orang yang bersarang
kuaman didalam tubuhnya tetapi ia tidak sakit. Dengan demikian penyakit
siahmad itu mungkin disebabkan karena keadaan badannya, iklim dan
sebagainya. Perinsip semacam ini untuk memahami perasaan yang subjektif
tidak berarti tidak adanya keadaan yang objektif.[3]
Idealisme
Ajaran idelisme menegaskan
bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar sesuai dengan kenyataan
adalah mustahil. Ilmu adalah proses-proses mental atau proses sikologis yang
bersifat subjektif. Oleh karena itu ilmu bagi seorang idealis hanya merupakan
gambaran subjektif dan bukan gambararan objektif tentang realitas. Subjektif
dipandang sebagai sesuatu yang mengetahui, yaitu dari orang yang membuat
gambaran tersebut. Karena itu ilmu menurut teori ini tidak menggambarkan
hakikat kebenaran. Yang diberikan ilmu(pengetahuan) hanyalah gambaran menurut
pendapat atau penglihatan orang yang mengetahui atau subyek.[4]
Kalau realisme mempertajam
perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui sedangkan idealisme adalah
sebaliknya, bagi idealisme dunia dan bagian-bagianya harus dipandang sebagai
hal-hal yang mempuanyai hubungan seperti organ tubuh dan bagian-bagiannya.
Dunia merupakan suatu kebulatan bukan kesatuan mekanik, tetapi kebulatan
organik yang sesungguhnya yang sedemikian rupa sehingga suatu bagian darinya
dipandang sebagai kebulatan logis dengan ma’na
inti yang terdalam.
Sebenarnya realisme dan
idelisme memiliki kelemahan-kelemahan tertentu. Realisme ekstrim bisa sampai
pada monisme materialistik (teori yang hanya ada satu realitas yang
pundamental, realitas itu mungkin tuhan, jiwa, materi atau sesuatu yang tidak
diketahui oleh manusia[5]) atau dualisme. Seorang
pengikut materialisme mengatakan jika demikian halnya, sudah barang tentu dapat
juga dikatakan bahwa jiwa adalah materi dan materi adalah jiwa, bahwa jiwa dan
materi adalah sepenuhnya sama. Lebih lanjut realisme tidak mementingkan subjek
sebagai penilai tetapi hanya mempokuskan pada obyek yang dinilai. Padahal
subyek yang menilai yang memiliki peran penting dalam menghubungkan antar obyek
dengan ungkapan obyek tersebut. Idealisme terlalu mengutamakan subyek sebagai
si penilai dengan merendahkan obyek yang dinilai. Sebab subyek yang dinilai
kadang kala berada pada keadaan yang berubah-ubah seperti sedang marah dan
gembira.
b. Sumber pengetahuan
¤ Empirisme
kata ini berasal dari yunani empeirikos artinya
pengalaman, menurut aliran ini manusia memperoleh ilmu melalui pengalamannya.
Dan bila dikembalikan pada pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman indrawi[6]
pengetahuan indrawi bersifat parsial. Itu
disebabkan oleh adanya perbedaan antara indra yang satu dengan yang lainnya,
berhubungan dengan sifat khas fisiologis indra dan dengan obyek yang dapat
ditangkap sesuai dengannya. Masing-masing indra menangkap aspek yang berbeda
mengenai barang atau makhluk yang menjadi obyeknya. Jadi pengetahuan indrawi
berada menurut perbedaan indra dan terbatas pada senbilitas organ-oargan
tertentu[7]
¤ Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa
akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan
di ukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap
obyek.
Akal selain bekerja selain ada bahan dari indra,
akal juga dapat menghasilkan pengetahuan yang tidak berdasarkan bahan indrawi
sama sekali, jadi akal dapat juga menghasilkan pengetahuan yang betul-betul
abstrak.
¤ Intuisi
Menurut henry bergson intuisi
adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan
insting , tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan
kemampuan ini memerlukan suatu usaha.[8]
¤ Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang
disampaikan oleh allah kepada manusia lewat perantaraan para nabi. Para nabi
memperoleh pengetahuan dari tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah, tanpa
memerlukan waktu untuk memperolehnya. Pengetahuan mereka terjadi atas kehendak
tuhan semesta. Tuhan mensucikan jiwa mereka dan diterangkannya pula jiwa mereka
untuk memperoleh kebenaran dengan jalan wahyu.
Penutup
Diharapkan dalam perkembangan
ilmu yang begitu spektakuler disatu sisi dan nilai nilai moral yang bersifat
statis dan unipersal disisi lain dapat dijadikan arah dalam menuntun ilmu
selanjutnya. Sebab tanpa adanya bimbingan moral
terhadap ilmu dikhawatirkan kehebatan ilmu dan teknologi tidak semakin
mensejahtrakan manusia, teta[i justru merusak dan bahkan menghancurkan
kehidupan mereka. Ilmu itu tidak ada batasnya sedangkan kemampuan manusia
terbatas inilah yang perlu dihayati.
Demikianlah pembahasan hakikat
ilmu yang dapat kami sajikan mudah-mudahan mampu menggugah kita untuk terus
mencari, bertualang didunia ilmu dan akhirnya memutuskan dengan berpedoman pada
moralitas universal, semoga.
[1] Partanto, pius A, M. Dahlan al barry, Kamus
Ilmiah Populer, 1994, Arkola, Surabaya
[2], Amsal bakhtiar, filsafat agama, Jakarta Logos,
1997, hal. 38.
[3] Prof. Dr. H. M. Rasyidi, filsafat agama,
Jakarta, Bulan bintang, 1994. hal.17
[4]
Amtsl bakhtiar, op. cit hal 39
[5]
Partanto, pius A, M. Dahlan al barry, Kamus Ilmiah Populer, 1994,
Arkola, Surabaya
[6]
Ahmad tafsir, filsafat, hal 24
[7]
Anton bakr, ahmad haris zubair, metodologi penelitian filsafat, Jogjakarta
:Kanisius, 1994, Hal.22
[8]
Ahmad tafsir, op, cit. Hal.27
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comments:
10 videos in this short video - YouTube
youtube.com › videos-in-this- › videos-in-this- Nov 29, 2019 — Nov 29, 2019 This youtube link to mp3 short video. YouTube has never looked so good.
Post a Comment