Imam Syafi'i salah seorang
Ulama Fiqih (hukum Islam) yang terkenal dan mempunyai pengikut yang ramai di
Negara-Negara yang ramai penduduk Islamnya terutama di Indonesia dan Malaysia.
Beliau di lahirkan pada tahun 150 H di Gaza. Imam Syafi'i menghabiskan seluruh
hidupnya untuk mengkaji hal-hal yang berkenaan Hukum Islam.
Disamping itu beliau juga
salah seorang ahli sya'ir yang terkenal dengan sya'irnya yang indah dan berisi.
Syairnya-syairnya ibarat untaian mutiara yang gemerlapan, penuh dengan
ungkapan-ungkapan balaghah, hikmah, dan nasihat yang bernilai tinggi. Imam
Syafi'i pencinta Ilmu Pengetahuan semenjak kecil, Beliau biasa mengkhatamkan
al-Quran sebanyak enam puluh kali, terutama dalam bulan Ramadhan, terutama
dibacanya ketika sholat. Imam Syafi'i seorang yang suka berderma dari apapun
harta yang dimilikinya.
Hidupnya sangat sederhana
terutama dalam makan dan minum. Beliau tidak pernah makan kenyang semenjak usia
enam belas tahun. Karena kekenyangan akan menambah berat badan, mengeraskan
hati, menumpulkan otak, membawa mengantuk dan malas beribadah, demikian kata
Imam Syafi'i.
Imam Syafi'i wafat selepas
magrib malam Juma'at, akhir bulan Rajab, dan jenazah beliau dikebumikan pada
hari Jum'at, tahun 204 Hijriyah di Mesir. Ramai Ulama yang mengakui kejujuran,
keadilan, kezuhudan, kewara'an, dan akhlak yang mulia yang dimiliki oleh Imam
Syafi'i. Selama hidupnya penuh dengan petunjuk dengan sifat taqwanya yang
tinggi dan hidupnya jauh dari kesesatan dan kejahatan.
Beliau jujur dalam
Hukum-Hukumnya, berlandaskan Kebenaran dan Keadilan Allah s.w.t. yang disanjung
tinggi. Hukum-Hukumnya ibarat bintang-gemintang yang menjadi perhiasan angkasa
raya. Beliau suka merantau untuk menambah Ilmu Pengetahuan dan mengamalkannya
untuk kepentingan Ummat. Untaian mutiara pesanan yang ditinggalnya sangatlah
banyak antara lain beliau berpesan:
·
Pergilah (merantaulah) dengan penuh keyakinan,
niscaya akan engkau temui lima kegunaan, yaitu Ilmu Pengetahuan, Adab,
pendapatan, menghilangkan kesedihan, mengagungkan jiwa, dan persahabatan.
·
Sungguh aku melihat air yang tergenang membawa bau
yang tidak sedap. Jika ia terus mengalir maka air itu akan kelihatan bening dan
sehat untuk diminum. Jika engkau biarkan air itu tergenang maka ia akan
membusuk.
·
Singa hutan dapat menerkam mangsanya, setelah ia
meninggalkan sarangnya. Anak panah yang tajam tak akan mengenai sasarannya,
jika tidak meninggalkan busurnya.
·
Emas bagaikan debu, sebelum ditambang. Pohon
cendana yang tetancap ditempatnya, tak ubah seumpama kayu bakar (kayu api).
· Jika engkau
tinggalkan tempat kelahirnmu, engkau akan menemui derajat yang mulia ditempat
yang baru, dan engkau bagaikan emas sudah terangkat dari tempatnya.
Imam Syafi'i Sewaktu Kecil
Semenjak kecil
Syafi'i telah hafal al-Quran dan banyak dari Hadis Nabi saw. Dimana
beliau mendengar ada orang Alim, maka beliau segera menemuinya untuk menimba
Ilmu Pengetahuan. Ketika berusia masih kecil yaitu 14 tahun, beliau
menceritakan hasratnya kepada ibundanya yang sangat dikasihinya tentang
keinginannya untuk menambahkan Ilmu Pengetahuan dengan cara merantau.
Mulanya Ibundanya
berat untuk melepaskan Syafi'i, karena beliaulah seorang yang menjadi harapan
ibunya untuk menjaganya di hari tuanya. Demi ketaatan dan kecintaan Syafi'i
kepada Ibundanya, maka mulanya beliau terpaksa membatalkan keinginannya itu,
demi kasih sayangnya kepada ibunya itu. Meskipun demikian akhirnya ibundanya
mengizinkan Syafi'i untuk memenuhi hajatnya untuk menambah Ilmu Pengetahuan.
Sebelumnya
melepaskan Syafi'i berangkat, maka ibundanya mendo'akannya
:"Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh Alam ! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keredhaanMu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut Ilmu Pengetahuan peninggalan Pesuruhmu. Oleh karena itu aku bermohon kepadaMu ya Allah permudahkanlah urusannya. Peliharakanlah keselamatanNya, panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan Ilmu Pengetahuan yang berguna, amin!"
:"Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh Alam ! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keredhaanMu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut Ilmu Pengetahuan peninggalan Pesuruhmu. Oleh karena itu aku bermohon kepadaMu ya Allah permudahkanlah urusannya. Peliharakanlah keselamatanNya, panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan Ilmu Pengetahuan yang berguna, amin!"
Selesainya berdo'a
ibundanya memeluk Syafi'i kecil dengan penuh kasih sayang dan dengan linangan
air mata karena sedih untuk berpisah. Sambil berkata: "Pergilah anakku
Allah bersamamu !Insya-Allah engkau akan menjadi bintang Ilmu yang paling
gemerlapan dikemudian hari. Pergilah sekarang karena ibu telah redha
melepaskanmu. Ingatlah bahwa Allah itulah sebaik-baik tempat untuk memohon
perlindungan ! Selepas ibunya mendo'akan Syafi'i, maka Syafi'i mencium tangan
ibunya dan mengucapkan selamat tinggal kepada ibunya
Imam Syafi'i
mengisahkan perpisahan dengan ibunya dengan mengatakan: "Sesekali aku
menoleh kebelakang untuk melambaikan tangan kepada ibuku. Dia masih terjegat
diluar pekarangan rumah sambil memperhatikan aku. Lama-kelamaan wajah ibu
menjadi samar ditelan kabus pagi. Aku meninggalkan kota Makkah yang penuh
barkah, tanpa membawa sedikitpun bekalan uang, apa yang menjadi bekalan bagi
diriku hanyalah Iman yang teguh dan hati yang penuh tawakkal kepada Allah s.w.t.serta
do'a restu ibuku sahaja. Aku serahkan diriku kepada Allah seru sekalian Alam."
Imam Syafi'i ke kota Madinah
Dalam perjalan
tersebut haripun mulai senja Syafi'i singgah di Zi Tua untuk bermalam, keadaan
sekelilingnya kering dan panas dan tidak ada tumbuh-tumbuhan. Ditempat itu
ramai didapati orang yang sedang berkhemah. Syafi'i mulai merasa lapar,
sedangkan uang tak ada. Meskipun demikian ia yakin Allah s.w.t. akan memberikan
pertolongannya kepada orang yang ingin menambah Ilmu Pengetahuannya. Ditempat
itu Syafi'i berkenalan seorang yang separuh baya yang baik dan ramah. Syafi'i
diajak makan malam bersamanya. Syafi'i memanggil orang itu dengan
"paman".
Syafi'i
mengucapkan syukur kepada Allah s.w.t.atas anugerahnya, sehingga ia tidak
sampai kelaparan. Ketika itu Syafi'i bertanya kepada orang itu: "Siapakah
orang yang paling alim di Madinah, ketika itu. Lalu orang itu menceritakan
kepada Syafi'i, bahwa orang yang paling Alim di kota Madinah ketika itu ialah
Imam Malik bin
Anas. Syafi'i bermohon kepada sahabat barunya itu, semoga ia sudi membawanya bertemu dengan Imam Malik bin Anas.
Anas. Syafi'i bermohon kepada sahabat barunya itu, semoga ia sudi membawanya bertemu dengan Imam Malik bin Anas.
Memasuki hari
kedelapan kami telah tiba di pinggir kota Madinah, dari jauh kelihatan sayup
Masjid Nabi, dimana Rasulallah s.a.w.dimakamkan didekatnya. Alangkah gembiranya
hati Syafi'i setibanya di masjid Nabi, dan beliau menunaikan solat sepuasnya
dengan khusyuk dan perasaan terharu dengan tidak disadarinya air mata syafi'i
membasahi pipinya, karena betapa mengagumi kebesaran dan keagungan Nabi s.a.w.
yang telah berjuang menegakkan Islam dan ummatnya. Rasulallah s.a.w. telah
berjaya merobah suatu masyarakat yang berpecah belah menjadi satu masyarakat
yang bersatu padu,yang terdiri dari berbilang kaum dan agama, dengan
terpatrinya piagam Madinah yang terkenal hingga bila-bila masa. Syafi'i setelah
menunaikan solat, beliau pergi menziarahi makam Rasulallah s.a.w. Setelah itu,
beliau melihat ramai orang sedang menghadiri majlis Ilmu mengelilingi Ulama
Agung Imam Malik bin Anas. Syafi'i turut hadir untuk ikut sama mendengar dengan
tekun segala mutiara Hadish Nabi s.a.w., yang disampaikan oleh Imam Malik.
Kelebihan Imam
Syafi'i ialah daya hapalan yang dianugerahkan Allah kepadanya, sehingga semua
pelajaran yang disampaikan oleh Imam Malik telah dapat dihapalnya. Selesainya
pengajian murid-murid Imam Malik menyalami Tok Guru mereka sambil beredar dan
pulang kerumah masing-masing.Syafi'i masih berada ditempatnya. Imam Malik
merasa heran, karena dilihatnya anak muda itu tidak meninggalkan tempat
pengajian. Lalu beliau memanggil syafi'i dan bertanyakan segala sesuatu berkenaan
dirinya, dan apa yang telah didengarnya. Imam Malik meminta supaya Syafi'i mengatakan
kembali sebuah hadis yang telah dipelajarinya.
Syafi'i dengan lancarnya bukan saja
mendengarkan satu hadis tetapi semua hadis yang didengarnya ketika Imam Malik
menyampaikan pelajarannya. Sungguh mengagumkan daya ingatan pemuda Syafii,
sehingga Imam Malik tertarik kepadanya.
Imam Syafi'i dan Gurunya, Imam Malik bin Anas
Betapa gembiranya
Imam Malik karena mendapat seorang murid yang cerdas dan bijak seperti Syaf'i.
Syaf'i semenjak kecil bukan saja telah hapal seluruh isi al-Quran dan ribuan hadis
Nabi s.a.w. malah beliau juga telah hapal seluruh isi kitab Hadis Muwatta' karangan
Imam Malik bin Anas, sebelumnya Syaafi'i bertemu dengan Imam Malik. Imam
Syafi'i membagi malam kepada tiga bahagian yaitu:
· Sepertiga
untuk Ilmu Pengetahuan
· Sepertiga
untuk sholat
· Sepertiga
untuk tidur
Rabi' menerangkan
bahwa Imam Syafi'i setiap hari menamatkan al-Quran sekali, tetapi dalam bulan
Ramadhan seluruhnya enam puluh kali, dan semuanya dibaca ketika menunaikan
ibadah Sholat. Imam Syafi'i sendiri menerangkan bahwa beliau belum pernah
bersumpah seumur hidupnya, baik ketika membenarkan sesuatu ataupun mendustakan
sesuatu. Pernah disatu ketika ada orang bertanyakan sesuatu masaalah kepada
beliau. Ketika itu Imam Syafi'i mendiamkan diri sejenak tidak langsung
menjawabnya. Ketika beliau disoal mengapa berbuat demikian, maka Imam Syafi'i
menjelaskan:
"Aku menunggu terlebih dahulu,
sehingga aku mengetahui, mana yang lebih baik aku diam ataupun menjawab
pertanyaanmu."
Ini menunjukkan
bahwa Imam Syafi'i adalah orang yang sangat teliti dalam memberikan sesuatu
fatwa, kepada seseorang yang bertanyakan sesuatu masaalah semasa.
Imam Ghazali pernah
menceritakan bahwa Imam Syafi'i juga adalah seorang Tokoh penting dalam
kehidupan Sufi. Ia seorang yang sangat Taqwa tidak ingin bermegah-megahan dalam
hal apapun juga. Berkenaan Ilmu Sufi, Imam Syafi'i berkata: "Saya ingin
manusia itu mempelajari Ilmu ini, tetapi janganlah menyebut-nyebut namaku,
dengan sepatah kata juapun".
Diantara kata-kata yang bernilai sufi daripada Imam
Syafi'i ialah:
· Orang
yang zalim kepada dirinya, ialah orang yang merendahkan dirinya kepada orang
yang tidak memuliakannya dan orang yang menyukai sesuatu benda yang tidak
memberi manfaat kepadanya, begitu juga orang yang menerima sesuatu pujian dari
seseorang yang lain yang tidak mengenalnya, dengan sesungguh-sungguhnya.
· Orang
yang tidak diutamakan karena Taqwanya, tidaklah termasuk Orang Yang Utama.
· Siasat
manusia lebih kejam daripada siasat binatang.
· Jikalau
kuketahui bahwa ia dengan itu dapat mengurangi kehormatanku, meskipun aku haus,
aku tidak akan meminumnya.
· Diantara
tanda-tanda benar dalam Ukhuwah ialah menerima keritikan teman, menutupi aib
teman, dan mengampuni kesalahannya." Demikianlah kata-kata Hikmah dari
Imam Syafi'i r.a.
Kecintaan Imam Syafi'i kepada Allah SWT
Imam Syaf'i
menyintai Allah s.w.t. dengan sepenuh hatinya. Beliau pernah mengingatkan:
"Bahwa orang yang mengaku sanggup mengumpulkan antara cinta dunia dengan
cinta kepada Allah s.w.t. dalam hatinya adalah dusta belaka".
Imam Syafi'i adalah seorang yang sangat zuhud
(cara hidup yang tidak tamak kepada keduniaan, seperti kemegahan, kekayaan,
harta, dan sebagainya). Pernah sekembalinya beliau dari Yaman dan membawa uang
sebanyak sepuluh ribu dirham, sebelumnya memasuki kota Makkah uang tersebut
telah dibagi-bagikan beliau kepada orang yang memerlukannya.
Imam Syafi'i dan Kepentingan Ilmu
Imam Syafi'i nama
lengkapnya ialah Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i, juga sangat dihormati oleh
para Imam lainnya. Antaranya Imam Ahmad bin Hambal, berkata:
"Tidak pernah aku mengerjakan
sholat selama empat puluh tahun, kecuali aku selalu mengiringkan sholatku itu
dengan do'a untuk Syafi'i". Disatu hari Abdul Malik Almaimuni berbincang
dengan Imam Amad bin Hambal, dan pembicaraan itu menyinggung diri Imam Syafi'i.
Al-Maimuni mengatakan
"Jelas aku lihat Ahmad
memuliakannya dan berkata:"Aku pernah membaca sebuah hadis Nabi s.a.w.,
bahwa Allah membangkitkan bagi ummat ini setiap seratus tahun, seorang lelaki
yang menghidupkan urusan agamanya." Imam Syafi'i sangat tidak menyukai
kata-kata ataupun ucapan yang tidak baik terhadap sesama manusia. Pernah disatu
hari ada seorang mengeluarkan kata-kata kotor terhadap seorang alim, maka imam
Syafi'i menegur orang itu:
"Bersihkanlah
pendengaranmu dari mendengar perkataan yang keji, sebagaimana engkau
membersihkan lidahmu dari mengeluarkan kata-kata yang keji dan kotor. Seseorang
yang hodoh dan keji selalu menumpahkan kekejiannya itu untuk mengisi
kebersihanmu, jika engkau jawab dengan kekejian pula, engkau akan berbuat keji
sebagaimana perbuatan orang yang keji itu".
Imam Syafi'i Berangkat ke Iraq
Dimusim Haji ramai
Muslimin datang ke Madinah untuk menziarahi maqam Rasulallah s.a.w.Demi hormat
dan kecintaan mereka kepada Rasulallah s.a.w.Mereka yang datang itu dari banyak
tempat,terutama dari Mesir dan Iraq.Selesai menziarahi maqam Nabi s.a.w,mereka
juga menziarahi Imam Malik,dan meminta supaya kepada mereka diajarkan Kitab
Muattha.Imam Malik menyuruh Imam Syafi'i supaya membacakan kitab tersebut untuk
orang ramai yang menghadiri Majlis Ta'lim Imam Malik. Sudah tentu dengan senang
hati Imam Syafi'i membacakan kitab tersebut yang telah dihapalnya keseluruhan
isi kitab al-Muaatha
Selesai majlis
Ilmu itu,Imam Syafi'i pergi menziarahi rombongan yang datang ketempat
itu.Ketika beliau menziarahi rombongan dari Iraq Imam Syafi'i melihat seorang
pemuda Iraq sedang menunaikan sholat.Selesai pemuda itu menunaikan sholat,lalu
ia didekati oleh Imam Syafi'i,dan beliau ingin berkenalan dengan tamu muda
itu.Imam Syafi'i bertanya kepada pemuda itu siapakah Ulama yang paling terkenal
dalam hal Ilmu
al-Quran dan Sunnah di Iraq.Pemuda itu menjawab,bahwa ketika itu Ulama yang paling terkenal dalam Ilmu al-Quran dan Sunnah ialah Abu Yusuf dan
al-Quran dan Sunnah di Iraq.Pemuda itu menjawab,bahwa ketika itu Ulama yang paling terkenal dalam Ilmu al-Quran dan Sunnah ialah Abu Yusuf dan
Muhammad bin
Hasan.Kedua Ulama yang paling terkenal itu adalah murid dari Imam Abu
Hanifah.Imam Syafi'i sangat tertarik dan ingin menambah Ilmu Pengetahuannya
kepada kedua-kedua orang Alim itu. Setelah itu lalu Imam Syfi’I berangkat ke
kufah untuk menimba ilmu dari kedua Ulama tersebut, namun sebelumnya Beliau
meminta izin kepada Gurunya, dan Gurunya mengizinkan.
Imam Syafi'i Berguru di Kufah
Setelah penat
dalam perjalanan yang jauh dari Madinah ke Kuffah (Iraq) ketika itu memakan
masa dua puluh empat hari,maka tibalah Imam Syafi'i dan rombongannya di sebuah
Masjid di Kufah.Ketika itu Imam Syafi'i berusia dua puluh dua tahun.Imam
Syafi'i menunaikan sholat berjamaah di Masjid tersebut.Kedua Imam yang
dicari-cari oleh Syafi'i,rupanya juga berada di Masjid itu,dan mereka juga
menjadi Imam Besar masjid tersebut.Imam Syafi'i dapat berkenalan dengan
kedua-dua tokoh Agama yang paling terkemuka sekali di Iraq ketika itu,yaitu Abu
Yusuf dan Muhammad bin Hasan.Mereka bertanyakan kepada Syafi'i berkenaan
keadaan Imam Malik di Madinah.Pernahkan kamu bertemu Imam Malik di Madinah ?
Syafi'i menjawab
semua pertanyaan yang diajukannya dan menjelaskan,bahwa Imam Malik bin Anas
juga menjadi Guru beliau,dan pernah tinggal bersama Gurunya itu."Jika
demikian tentu kamu telah pernah membaca kitab Muattha yang terkenal hasil
karya Imam Malik, kata Imam Muhammad."Benar tuan ! Jawab Imam
Syafi'i,Alhamdulillah saya bukan saja telah membaca kitab Muwatha,malah telah menghafalnya
dalam hati."
Imam Muhammad
mengambil kertas dan menuliskan beberapa soalan dan meminta Syafi'i menjawab
soalan-soalan,untuk menguji sampai dimana Ilmu Imam Syafi'i berkenaan kitab
Muwatha,karangan Imam Malik.Setelah meneliti semua soalan yang diajukan
itu,maka Imam Syafi'i dapat menjawabnya dengan mudah,disebabkan isi kitab
Muwatha telah dapat dihafal dan dikuasai oleh Syafi'i.Setelah membacanya semua
jawaban tersebut,maka Imam Muhammad tersenyum dan merasagembira dengan jawaban-jawaban
yang diberikan oleh Imam Syafi'i.Lalu beliau
berkata: "Sudikah kamu menjadi tamuku pada malam ini ?
Syafi'i menyambutnya dengan
perasaan penuh kegembiraan,dengan menjadi tamu dan bermalam dirumah Imam
Muhammad,bearti beliau telah mendapat peluang
yang baik sekali untuk berguru kepada Imam Muhammad.
yang baik sekali untuk berguru kepada Imam Muhammad.
Perkembangan Mazhab Syai’i
Mazhab Syafi'i (bahasa Arab: شافعية
, Syaf'iyah) adalah mazhab fiqih yang dicetuskan oleh Muhammad bin Idris asy-Syafi'i atau yang
lebih dikenal dengan nama Imam
Syafi'i. Mazhab ini kebanyakan dianut para penduduk Mesir bawah, Arab
Saudi bagian barat, Suriah,
Indonesia,
Malaysia,
Brunei,
pantai Koromandel, Malabar,
Hadramaut,
dan Bahrain.
Sejarah
Pemikiran fiqh
mazhab ini diawali oleh Imam Syafi'i, yang hidup di zaman pertentangan antara
aliran Ahlul Hadits (cenderung
berpegang pada teks hadist) dan Ahlur
Ra'yi (cenderung berpegang pada akal pikiran atau ijtihad). Imam Syafi'i belajar kepada Imam
Malik sebagai tokoh Ahlul Hadits, dan Imam Muhammad bin Hasan
asy-Syaibani sebagai tokoh Ahlur Ra'yi yang juga murid Imam
Abu Hanifah.
Imam Syafi'i kemudian
merumuskan aliran atau mazhabnya sendiri, yang dapat dikatakan berada di antara
kedua kelompok tersebut. Imam Syafi'i menolak Istihsan dari Imam Abu Hanifah maupun Mashalih Mursalah dari Imam Malik. Namun demikian Mazhab Syafi'i
menerima penggunaan qiyas secara lebih luas ketimbang Imam Malik. Meskipun
berbeda dari kedua aliran utama tersebut, keunggulan Imam Syafi'i sebagai ulama
fiqh, ushul
fiqh, dan hadits di zamannya membuat mazhabnya memperoleh
banyak pengikut; dan kealimannya diakui oleh berbagai ulama yang hidup
sezaman dengannya Dasar-dasar
Dasar-dasar Mazhab Syafi'i
dapat dilihat dalam kitab ushul fiqh Ar-Risalah
dan kitab fiqh al-Umm. Di dalam
buku-buku tersebut Imam Syafi'i menjelaskan kerangka dan prinsip mazhabnya
serta beberapa contoh merumuskan hukum far'iyyah (yang bersifat cabang).
Dasar-dasar mazhab yang pokok ialah berpegang pada hal-hal berikut.
1. Al-Quran,
tafsir secara lahiriah, selama tidak ada yang menegaskan bahwa yang dimaksud
bukan arti lahiriahnya. Imam Syafi'i pertama sekali selalu mencari alasannya
dari Al-Qur'an dalam menetapkan hukum Islam.
2. Sunnah
dari Rasulullah
SAW kemudian digunakan jika tidak ditemukan rujukan dari Al-Quran.
Imam Syafi'i sangat kuat pembelaannya terhadap sunnah sehingga dijuluki Nashir As-Sunnah (pembela Sunnah Nabi).
3. Ijma'
para Sahabat Nabi, yang tak diketahui ada perselisihan tentang itu. Ijma' yang
diterima Imam Syafi'i sebagai landasan hukum adalah ijma' para sahabat, bukan
kesepakatan seluruh mujtahid pada masa tertentu terhadap suatu hukum; karena
menurutnya hal seperti ini tidak mungkin terjadi.
4. Qiyas
yang dalam Ar-Risalah disebut sebagai ijtihad, apabila dalam ijma' tidak juga
ditemukan hukumnya. Akan tetapi Imam Syafi'i menolak dasar istihsan dan
istislah sebagai salah satu cara menetapkan hukum Islam.
Qaul Qadim dan Qaul Jadid
Imam Syafi'i pada
awalnya pernah tinggal menetap di Baghdad. Selama tinggal di sana ia mengeluarkan
ijtihad-ijtihadnya, yang biasa disebut dengan istilah Qaul Qadim ("pendapat yang lama"). Ketika kemudian pindah
ke Mesir
karena munculnya aliran Mu’tazilah yang telah berhasil mempengaruhi
kekhalifahan, ia melihat kenyataan dan masalah yang berbeda dengan yang
sebelumnya ditemui di Baghdad. Ia kemudian mengeluarkan ijtihad-ijtihad baru
yang berbeda, yang biasa disebut dengan istilah Qaul Jadid ("pendapat yang baru").
Imam Syafi'i
berpendapat bahwa tidak semua qaul jadid
menghapus qaul qadim. Jika tidak
ditegaskan penggantiannya dan terdapat kondisi yang cocok, baik dengan qaul qadim ataupun dengan qaul jadid, maka dapat digunakan salah
satunya. Dengan demikian terdapat beberapa keadaan yang memungkinkan kedua qaul
tersebut dapat digunakan, dan keduanya tetap dianggap berlaku oleh para
pemegang Mazhab Syafi'i.
Penyebaran
Penyebar-luasan
pemikiran Mazhab Syafi'i berbeda dengan Mazhab
Hanafi dan Mazhab Maliki, yang banyak dipengaruhi oleh
kekuasaan kekhalifahan. Pokok pikiran dan prinsip dasar
Mazhab Syafi'i terutama disebar-luaskan dan dikembangkan oleh para muridnya.
Murid-murid utama Imam Syafi'i di Mesir, yang menyebar-luaskan dan
mengembangkan Mazhab Syafi'i pada awalnya adalah:
· Yusuf bin
Yahya al-Buwaiti (w. 846)
· Abi
Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani (w. 878)
· Ar-Rabi
bin Sulaiman al-Marawi (w. 884)
Imam
Ahmad bin Hanbal yang terkenal sebagai ulama hadits terkemuka dan
pendiri fiqh Mazhab Hambali, juga pernah belajar kepada Imam
Syafi'i. Selain itu, masih banyak ulama-ulama yang terkemudian yang
mengikuti dandan turut
menyebarkan Mazhab Syafi'i, antara lain:
Peninggalan
Imam Syafi'i
terkenal sebagai perumus pertama metodologi hukum Islam. Ushul
fiqh (atau metodologi hukum Islam), yang tidak dikenal pada masa
Nabi dan sahabat, baru lahir setelah Imam Syafi'i menulis Ar-Risalah. Mazhab Syafi'i umumnya dianggap sebagai mazhab yang
paling konservatif di antara mazhab-mazhab fiqh Sunni lainnya. Dari mazhab ini
berbagai ilmu keislaman telah bersemi berkat dorongan metodologi hukum Islam
yang dikembangkan para pendukungnya.
Karena metodologinya yang
sistematis dan tingginya tingkat ketelitian yang dituntut oleh Mazhab Syafi'i,
terdapat banyak sekali ulama dan penguasa di dunia Islam yang menjadi pendukung
setia mazhab ini. Di antara mereka bahkan ada pula yang menjadi pakar terhadap
keseluruhan mazhab-mazhab Sunni di bidang mereka masing-masing. Saat ini,
Mazhab Syafi'i diperkirakan diikuti oleh 28% umat Islam sedunia, dan merupakan
mazhab terbesar kedua dalam hal jumlah pengikut setelah Mazhab
Hanafi.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment