Riwayat Imam Syafi'i

Posted by Unknown On Tuesday, 8 November 2011 0 comments


Imam Syafi'i salah seorang Ulama Fiqih (hukum Islam) yang terkenal dan mempunyai pengikut yang ramai di Negara-Negara yang ramai penduduk Islamnya terutama di Indonesia dan Malaysia. Beliau di lahirkan pada tahun 150 H di Gaza. Imam Syafi'i menghabiskan seluruh hidupnya untuk mengkaji hal-hal yang berkenaan Hukum Islam.
Disamping itu beliau juga salah seorang ahli sya'ir yang terkenal dengan sya'irnya yang indah dan berisi. Syairnya-syairnya ibarat untaian mutiara yang gemerlapan, penuh dengan ungkapan-ungkapan balaghah, hikmah, dan nasihat yang bernilai tinggi. Imam Syafi'i pencinta Ilmu Pengetahuan semenjak kecil, Beliau biasa mengkhatamkan al-Quran sebanyak enam puluh kali, terutama dalam bulan Ramadhan, terutama dibacanya ketika sholat. Imam Syafi'i seorang yang suka berderma dari apapun harta yang dimilikinya.
Hidupnya sangat sederhana terutama dalam makan dan minum. Beliau tidak pernah makan kenyang semenjak usia enam belas tahun. Karena kekenyangan akan menambah berat badan, mengeraskan hati, menumpulkan otak, membawa mengantuk dan malas beribadah, demikian kata Imam Syafi'i.
Imam Syafi'i wafat selepas magrib malam Juma'at, akhir bulan Rajab, dan jenazah beliau dikebumikan pada hari Jum'at, tahun 204 Hijriyah di Mesir. Ramai Ulama yang mengakui kejujuran, keadilan, kezuhudan, kewara'an, dan akhlak yang mulia yang dimiliki oleh Imam Syafi'i. Selama hidupnya penuh dengan petunjuk dengan sifat taqwanya yang tinggi dan hidupnya jauh dari kesesatan dan kejahatan.
Beliau jujur dalam Hukum-Hukumnya, berlandaskan Kebenaran dan Keadilan Allah s.w.t. yang disanjung tinggi. Hukum-Hukumnya ibarat bintang-gemintang yang menjadi perhiasan angkasa raya. Beliau suka merantau untuk menambah Ilmu Pengetahuan dan mengamalkannya untuk kepentingan Ummat. Untaian mutiara pesanan yang ditinggalnya sangatlah banyak antara lain beliau berpesan:
·       Pergilah (merantaulah) dengan penuh keyakinan, niscaya akan engkau temui lima kegunaan, yaitu Ilmu Pengetahuan, Adab, pendapatan, menghilangkan kesedihan, mengagungkan jiwa, dan persahabatan.
·       Sungguh aku melihat air yang tergenang membawa bau yang tidak sedap. Jika ia terus mengalir maka air itu akan kelihatan bening dan sehat untuk diminum. Jika engkau biarkan air itu tergenang maka ia akan membusuk.
·       Singa hutan dapat menerkam mangsanya, setelah ia meninggalkan sarangnya. Anak panah yang tajam tak akan mengenai sasarannya, jika tidak meninggalkan busurnya.
·       Emas bagaikan debu, sebelum ditambang. Pohon cendana yang tetancap ditempatnya, tak ubah seumpama kayu bakar (kayu api).
·       Jika engkau tinggalkan tempat kelahirnmu, engkau akan menemui derajat yang mulia ditempat yang baru, dan engkau bagaikan emas sudah terangkat dari tempatnya.
Imam Syafi'i Sewaktu Kecil
Semenjak kecil Syafi'i telah hafal al-Quran dan banyak dari Hadis Nabi  saw. Dimana beliau mendengar ada orang Alim, maka beliau segera menemuinya untuk menimba Ilmu Pengetahuan. Ketika berusia masih kecil yaitu 14 tahun, beliau menceritakan hasratnya kepada ibundanya yang sangat dikasihinya tentang keinginannya untuk menambahkan Ilmu Pengetahuan dengan cara merantau.
Mulanya Ibundanya berat untuk melepaskan Syafi'i, karena beliaulah seorang yang menjadi harapan ibunya untuk menjaganya di hari tuanya. Demi ketaatan dan kecintaan Syafi'i kepada Ibundanya, maka mulanya beliau terpaksa membatalkan keinginannya itu, demi kasih sayangnya kepada ibunya itu. Meskipun demikian akhirnya ibundanya mengizinkan Syafi'i untuk memenuhi hajatnya untuk menambah Ilmu Pengetahuan.
Sebelumnya melepaskan Syafi'i berangkat, maka ibundanya mendo'akannya
:"Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh Alam ! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keredhaanMu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut Ilmu Pengetahuan peninggalan Pesuruhmu. Oleh karena itu aku bermohon kepadaMu ya Allah permudahkanlah urusannya. Peliharakanlah keselamatanNya, panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan Ilmu Pengetahuan yang berguna, amin!"
Selesainya berdo'a ibundanya memeluk Syafi'i kecil dengan penuh kasih sayang dan dengan linangan air mata karena sedih untuk berpisah. Sambil berkata: "Pergilah anakku Allah bersamamu !Insya-Allah engkau akan menjadi bintang Ilmu yang paling gemerlapan dikemudian hari. Pergilah sekarang karena ibu telah redha melepaskanmu. Ingatlah bahwa Allah itulah sebaik-baik tempat untuk memohon perlindungan ! Selepas ibunya mendo'akan Syafi'i, maka Syafi'i mencium tangan ibunya dan mengucapkan selamat tinggal kepada ibunya
Imam Syafi'i mengisahkan perpisahan dengan ibunya dengan mengatakan: "Sesekali aku menoleh kebelakang untuk melambaikan tangan kepada ibuku. Dia masih terjegat diluar pekarangan rumah sambil memperhatikan aku. Lama-kelamaan wajah ibu menjadi samar ditelan kabus pagi. Aku meninggalkan kota Makkah yang penuh barkah, tanpa membawa sedikitpun bekalan uang, apa yang menjadi bekalan bagi diriku hanyalah Iman yang teguh dan hati yang penuh tawakkal kepada Allah s.w.t.serta do'a restu ibuku sahaja. Aku serahkan diriku kepada Allah seru sekalian Alam."
Imam Syafi'i ke kota Madinah
Dalam perjalan tersebut haripun mulai senja Syafi'i singgah di Zi Tua untuk bermalam, keadaan sekelilingnya kering dan panas dan tidak ada tumbuh-tumbuhan. Ditempat itu ramai didapati orang yang sedang berkhemah. Syafi'i mulai merasa lapar, sedangkan uang tak ada. Meskipun demikian ia yakin Allah s.w.t. akan memberikan pertolongannya kepada orang yang ingin menambah Ilmu Pengetahuannya. Ditempat itu Syafi'i berkenalan seorang yang separuh baya yang baik dan ramah. Syafi'i diajak makan malam bersamanya. Syafi'i memanggil orang itu dengan "paman".
Syafi'i mengucapkan syukur kepada Allah s.w.t.atas anugerahnya, sehingga ia tidak sampai kelaparan. Ketika itu Syafi'i bertanya kepada orang itu: "Siapakah orang yang paling alim di Madinah, ketika itu. Lalu orang itu menceritakan kepada Syafi'i, bahwa orang yang paling Alim di kota Madinah ketika itu ialah Imam Malik bin
Anas. Syafi'i bermohon kepada sahabat barunya itu, semoga ia sudi membawanya bertemu dengan Imam Malik bin Anas.
Memasuki hari kedelapan kami telah tiba di pinggir kota Madinah, dari jauh kelihatan sayup Masjid Nabi, dimana Rasulallah s.a.w.dimakamkan didekatnya. Alangkah gembiranya hati Syafi'i setibanya di masjid Nabi, dan beliau menunaikan solat sepuasnya dengan khusyuk dan perasaan terharu dengan tidak disadarinya air mata syafi'i membasahi pipinya, karena betapa mengagumi kebesaran dan keagungan Nabi s.a.w. yang telah berjuang menegakkan Islam dan ummatnya. Rasulallah s.a.w. telah berjaya merobah suatu masyarakat yang berpecah belah menjadi satu masyarakat yang bersatu padu,yang terdiri dari berbilang kaum dan agama, dengan terpatrinya piagam Madinah yang terkenal hingga bila-bila masa. Syafi'i setelah menunaikan solat, beliau pergi menziarahi makam Rasulallah s.a.w. Setelah itu, beliau melihat ramai orang sedang menghadiri majlis Ilmu mengelilingi Ulama Agung Imam Malik bin Anas. Syafi'i turut hadir untuk ikut sama mendengar dengan tekun segala mutiara Hadish Nabi s.a.w., yang disampaikan oleh Imam Malik.
Kelebihan Imam Syafi'i ialah daya hapalan yang dianugerahkan Allah kepadanya, sehingga semua pelajaran yang disampaikan oleh Imam Malik telah dapat dihapalnya. Selesainya pengajian murid-murid Imam Malik menyalami Tok Guru mereka sambil beredar dan pulang kerumah masing-masing.Syafi'i masih berada ditempatnya. Imam Malik merasa heran, karena dilihatnya anak muda itu tidak meninggalkan tempat pengajian. Lalu beliau memanggil syafi'i dan bertanyakan segala sesuatu berkenaan dirinya, dan apa yang telah didengarnya. Imam Malik meminta supaya Syafi'i mengatakan kembali sebuah hadis yang telah dipelajarinya.
Syafi'i dengan lancarnya bukan saja mendengarkan satu hadis tetapi semua hadis yang didengarnya ketika Imam Malik menyampaikan pelajarannya. Sungguh mengagumkan daya ingatan pemuda Syafii, sehingga Imam Malik tertarik kepadanya.

Imam Syafi'i dan Gurunya, Imam Malik bin Anas
Betapa gembiranya Imam Malik karena mendapat seorang murid yang cerdas dan bijak seperti Syaf'i. Syaf'i semenjak kecil bukan saja telah hapal seluruh isi al-Quran dan ribuan hadis Nabi s.a.w. malah beliau juga telah hapal seluruh isi kitab Hadis Muwatta' karangan Imam Malik bin Anas, sebelumnya Syaafi'i bertemu dengan Imam Malik. Imam Syafi'i membagi malam kepada tiga bahagian yaitu:
·       Sepertiga untuk Ilmu Pengetahuan
·       Sepertiga untuk sholat
·       Sepertiga untuk tidur
Rabi' menerangkan bahwa Imam Syafi'i setiap hari menamatkan al-Quran sekali, tetapi dalam bulan Ramadhan seluruhnya enam puluh kali, dan semuanya dibaca ketika menunaikan ibadah Sholat. Imam Syafi'i sendiri menerangkan bahwa beliau belum pernah bersumpah seumur hidupnya, baik ketika membenarkan sesuatu ataupun mendustakan sesuatu. Pernah disatu ketika ada orang bertanyakan sesuatu masaalah kepada beliau. Ketika itu Imam Syafi'i mendiamkan diri sejenak tidak langsung menjawabnya. Ketika beliau disoal mengapa berbuat demikian, maka Imam Syafi'i menjelaskan:
"Aku menunggu terlebih dahulu, sehingga aku mengetahui, mana yang lebih baik aku diam ataupun menjawab pertanyaanmu."
Ini menunjukkan bahwa Imam Syafi'i adalah orang yang sangat teliti dalam memberikan sesuatu fatwa, kepada seseorang yang bertanyakan sesuatu masaalah semasa.
Imam Ghazali pernah menceritakan bahwa Imam Syafi'i juga adalah seorang Tokoh penting dalam kehidupan Sufi. Ia seorang yang sangat Taqwa tidak ingin bermegah-megahan dalam hal apapun juga. Berkenaan Ilmu Sufi, Imam Syafi'i berkata: "Saya ingin manusia itu mempelajari Ilmu ini, tetapi janganlah menyebut-nyebut namaku, dengan sepatah kata juapun".
Diantara kata-kata yang bernilai sufi daripada Imam Syafi'i ialah:
·       Orang yang zalim kepada dirinya, ialah orang yang merendahkan dirinya kepada orang yang tidak memuliakannya dan orang yang menyukai sesuatu benda yang tidak memberi manfaat kepadanya, begitu juga orang yang menerima sesuatu pujian dari seseorang yang lain yang tidak mengenalnya, dengan sesungguh-sungguhnya.
·       Orang yang tidak diutamakan karena Taqwanya, tidaklah termasuk Orang Yang Utama.
·       Siasat manusia lebih kejam daripada siasat binatang.
·       Jikalau kuketahui bahwa ia dengan itu dapat mengurangi kehormatanku, meskipun aku haus, aku tidak akan meminumnya.
·       Diantara tanda-tanda benar dalam Ukhuwah ialah menerima keritikan teman, menutupi aib teman, dan mengampuni kesalahannya." Demikianlah kata-kata Hikmah dari Imam Syafi'i r.a.
Kecintaan Imam Syafi'i kepada Allah SWT
Imam Syaf'i menyintai Allah s.w.t. dengan sepenuh hatinya. Beliau pernah mengingatkan: "Bahwa orang yang mengaku sanggup mengumpulkan antara cinta dunia dengan cinta kepada Allah s.w.t. dalam hatinya adalah dusta belaka".
 Imam Syafi'i adalah seorang yang sangat zuhud (cara hidup yang tidak tamak kepada keduniaan, seperti kemegahan, kekayaan, harta, dan sebagainya). Pernah sekembalinya beliau dari Yaman dan membawa uang sebanyak sepuluh ribu dirham, sebelumnya memasuki kota Makkah uang tersebut telah dibagi-bagikan beliau kepada orang yang memerlukannya.
Imam Syafi'i dan Kepentingan Ilmu
Imam Syafi'i nama lengkapnya ialah Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i, juga sangat dihormati oleh para Imam lainnya. Antaranya Imam Ahmad bin Hambal, berkata:
"Tidak pernah aku mengerjakan sholat selama empat puluh tahun, kecuali aku selalu mengiringkan sholatku itu dengan do'a untuk Syafi'i". Disatu hari Abdul Malik Almaimuni berbincang dengan Imam Amad bin Hambal, dan pembicaraan itu menyinggung diri Imam Syafi'i. Al-Maimuni mengatakan
"Jelas aku lihat Ahmad memuliakannya dan berkata:"Aku pernah membaca sebuah hadis Nabi s.a.w., bahwa Allah membangkitkan bagi ummat ini setiap seratus tahun, seorang lelaki yang menghidupkan urusan agamanya." Imam Syafi'i sangat tidak menyukai kata-kata ataupun ucapan yang tidak baik terhadap sesama manusia. Pernah disatu hari ada seorang mengeluarkan kata-kata kotor terhadap seorang alim, maka imam Syafi'i menegur orang itu:
"Bersihkanlah pendengaranmu dari mendengar perkataan yang keji, sebagaimana engkau membersihkan lidahmu dari mengeluarkan kata-kata yang keji dan kotor. Seseorang yang hodoh dan keji selalu menumpahkan kekejiannya itu untuk mengisi kebersihanmu, jika engkau jawab dengan kekejian pula, engkau akan berbuat keji sebagaimana perbuatan orang yang keji itu".
Imam Syafi'i Berangkat ke Iraq
Dimusim Haji ramai Muslimin datang ke Madinah untuk menziarahi maqam Rasulallah s.a.w.Demi hormat dan kecintaan mereka kepada Rasulallah s.a.w.Mereka yang datang itu dari banyak tempat,terutama dari Mesir dan Iraq.Selesai menziarahi maqam Nabi s.a.w,mereka juga menziarahi Imam Malik,dan meminta supaya kepada mereka diajarkan Kitab Muattha.Imam Malik menyuruh Imam Syafi'i supaya membacakan kitab tersebut untuk orang ramai yang menghadiri Majlis Ta'lim Imam Malik. Sudah tentu dengan senang hati Imam Syafi'i membacakan kitab tersebut yang telah dihapalnya keseluruhan isi kitab al-Muaatha
Selesai majlis Ilmu itu,Imam Syafi'i pergi menziarahi rombongan yang datang ketempat itu.Ketika beliau menziarahi rombongan dari Iraq Imam Syafi'i melihat seorang pemuda Iraq sedang menunaikan sholat.Selesai pemuda itu menunaikan sholat,lalu ia didekati oleh Imam Syafi'i,dan beliau ingin berkenalan dengan tamu muda itu.Imam Syafi'i bertanya kepada pemuda itu siapakah Ulama yang paling terkenal dalam hal Ilmu
al-Quran dan Sunnah di Iraq.Pemuda itu menjawab,bahwa ketika itu Ulama yang paling terkenal dalam Ilmu al-Quran dan Sunnah ialah Abu Yusuf dan
Muhammad bin Hasan.Kedua Ulama yang paling terkenal itu adalah murid dari Imam Abu Hanifah.Imam Syafi'i sangat tertarik dan ingin menambah Ilmu Pengetahuannya kepada kedua-kedua orang Alim itu. Setelah itu lalu Imam Syfi’I berangkat ke kufah untuk menimba ilmu dari kedua Ulama tersebut, namun sebelumnya Beliau meminta izin kepada Gurunya, dan Gurunya mengizinkan.
Imam Syafi'i Berguru di Kufah
Setelah penat dalam perjalanan yang jauh dari Madinah ke Kuffah (Iraq) ketika itu memakan masa dua puluh empat hari,maka tibalah Imam Syafi'i dan rombongannya di sebuah Masjid di Kufah.Ketika itu Imam Syafi'i berusia dua puluh dua tahun.Imam Syafi'i menunaikan sholat berjamaah di Masjid tersebut.Kedua Imam yang dicari-cari oleh Syafi'i,rupanya juga berada di Masjid itu,dan mereka juga menjadi Imam Besar masjid tersebut.Imam Syafi'i dapat berkenalan dengan kedua-dua tokoh Agama yang paling terkemuka sekali di Iraq ketika itu,yaitu Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan.Mereka bertanyakan kepada Syafi'i berkenaan keadaan Imam Malik di Madinah.Pernahkan kamu bertemu Imam Malik di Madinah ?
Syafi'i menjawab semua pertanyaan yang diajukannya dan menjelaskan,bahwa Imam Malik bin Anas juga menjadi Guru beliau,dan pernah tinggal bersama Gurunya itu."Jika demikian tentu kamu telah pernah membaca kitab Muattha yang terkenal hasil karya Imam Malik, kata Imam Muhammad."Benar tuan ! Jawab Imam Syafi'i,Alhamdulillah saya bukan saja telah membaca kitab Muwatha,malah telah menghafalnya dalam hati."
Imam Muhammad mengambil kertas dan menuliskan beberapa soalan dan meminta Syafi'i menjawab soalan-soalan,untuk menguji sampai dimana Ilmu Imam Syafi'i berkenaan kitab Muwatha,karangan Imam Malik.Setelah meneliti semua soalan yang diajukan itu,maka Imam Syafi'i dapat menjawabnya dengan mudah,disebabkan isi kitab Muwatha telah dapat dihafal dan dikuasai oleh Syafi'i.Setelah membacanya semua jawaban tersebut,maka Imam Muhammad tersenyum dan merasagembira dengan jawaban-jawaban yang diberikan oleh Imam Syafi'i.Lalu beliau  berkata: "Sudikah kamu menjadi tamuku pada malam ini ?
Syafi'i menyambutnya dengan perasaan penuh kegembiraan,dengan menjadi tamu dan bermalam dirumah Imam Muhammad,bearti beliau telah mendapat peluang
yang baik sekali untuk berguru kepada Imam Muhammad.
Perkembangan Mazhab Syai’i
Mazhab Syafi'i (bahasa Arab: شافعية , Syaf'iyah) adalah mazhab fiqih yang dicetuskan oleh Muhammad bin Idris asy-Syafi'i atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Syafi'i. Mazhab ini kebanyakan dianut para penduduk Mesir bawah, Arab Saudi bagian barat, Suriah, Indonesia, Malaysia, Brunei, pantai Koromandel, Malabar, Hadramaut, dan Bahrain. Sejarah
Pemikiran fiqh mazhab ini diawali oleh Imam Syafi'i, yang hidup di zaman pertentangan antara aliran Ahlul Hadits (cenderung berpegang pada teks hadist) dan Ahlur Ra'yi (cenderung berpegang pada akal pikiran atau ijtihad). Imam Syafi'i belajar kepada Imam Malik sebagai tokoh Ahlul Hadits, dan Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani sebagai tokoh Ahlur Ra'yi yang juga murid Imam Abu Hanifah.
Imam Syafi'i kemudian merumuskan aliran atau mazhabnya sendiri, yang dapat dikatakan berada di antara kedua kelompok tersebut. Imam Syafi'i menolak Istihsan dari Imam Abu Hanifah maupun Mashalih Mursalah dari Imam Malik. Namun demikian Mazhab Syafi'i menerima penggunaan qiyas secara lebih luas ketimbang Imam Malik. Meskipun berbeda dari kedua aliran utama tersebut, keunggulan Imam Syafi'i sebagai ulama fiqh, ushul fiqh, dan hadits di zamannya membuat mazhabnya memperoleh banyak pengikut; dan kealimannya diakui oleh berbagai ulama yang hidup sezaman dengannya Dasar-dasar
Dasar-dasar Mazhab Syafi'i dapat dilihat dalam kitab ushul fiqh Ar-Risalah dan kitab fiqh al-Umm. Di dalam buku-buku tersebut Imam Syafi'i menjelaskan kerangka dan prinsip mazhabnya serta beberapa contoh merumuskan hukum far'iyyah (yang bersifat cabang). Dasar-dasar mazhab yang pokok ialah berpegang pada hal-hal berikut.
1.    Al-Quran, tafsir secara lahiriah, selama tidak ada yang menegaskan bahwa yang dimaksud bukan arti lahiriahnya. Imam Syafi'i pertama sekali selalu mencari alasannya dari Al-Qur'an dalam menetapkan hukum Islam.
2.    Sunnah dari Rasulullah SAW kemudian digunakan jika tidak ditemukan rujukan dari Al-Quran. Imam Syafi'i sangat kuat pembelaannya terhadap sunnah sehingga dijuluki Nashir As-Sunnah (pembela Sunnah Nabi).
3.    Ijma' para Sahabat Nabi, yang tak diketahui ada perselisihan tentang itu. Ijma' yang diterima Imam Syafi'i sebagai landasan hukum adalah ijma' para sahabat, bukan kesepakatan seluruh mujtahid pada masa tertentu terhadap suatu hukum; karena menurutnya hal seperti ini tidak mungkin terjadi.
4.    Qiyas yang dalam Ar-Risalah disebut sebagai ijtihad, apabila dalam ijma' tidak juga ditemukan hukumnya. Akan tetapi Imam Syafi'i menolak dasar istihsan dan istislah sebagai salah satu cara menetapkan hukum Islam.

 Qaul Qadim dan Qaul Jadid

Imam Syafi'i pada awalnya pernah tinggal menetap di Baghdad. Selama tinggal di sana ia mengeluarkan ijtihad-ijtihadnya, yang biasa disebut dengan istilah Qaul Qadim ("pendapat yang lama"). Ketika kemudian pindah ke Mesir karena munculnya aliran Mu’tazilah yang telah berhasil mempengaruhi kekhalifahan, ia melihat kenyataan dan masalah yang berbeda dengan yang sebelumnya ditemui di Baghdad. Ia kemudian mengeluarkan ijtihad-ijtihad baru yang berbeda, yang biasa disebut dengan istilah Qaul Jadid ("pendapat yang baru").
Imam Syafi'i berpendapat bahwa tidak semua qaul jadid menghapus qaul qadim. Jika tidak ditegaskan penggantiannya dan terdapat kondisi yang cocok, baik dengan qaul qadim ataupun dengan qaul jadid, maka dapat digunakan salah satunya. Dengan demikian terdapat beberapa keadaan yang memungkinkan kedua qaul tersebut dapat digunakan, dan keduanya tetap dianggap berlaku oleh para pemegang Mazhab Syafi'i.

Penyebaran

Penyebar-luasan pemikiran Mazhab Syafi'i berbeda dengan Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki, yang banyak dipengaruhi oleh kekuasaan kekhalifahan. Pokok pikiran dan prinsip dasar Mazhab Syafi'i terutama disebar-luaskan dan dikembangkan oleh para muridnya. Murid-murid utama Imam Syafi'i di Mesir, yang menyebar-luaskan dan mengembangkan Mazhab Syafi'i pada awalnya adalah:
·       Yusuf bin Yahya al-Buwaiti (w. 846)
·       Abi Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani (w. 878)
·       Ar-Rabi bin Sulaiman al-Marawi (w. 884)
Imam Ahmad bin Hanbal yang terkenal sebagai ulama hadits terkemuka dan pendiri fiqh Mazhab Hambali, juga pernah belajar kepada Imam Syafi'i. Selain itu, masih banyak ulama-ulama yang terkemudian yang mengikuti dandan turut menyebarkan Mazhab Syafi'i, antara lain:
·       Imam Bukhari
·       Imam Muslim
·       Imam Nasa'i
·       Imam Baihaqi
·       Imam Turmudzi
·       Imam Ibnu Majah
·       Imam Tabari
·       Imam Abu Daud
·       Imam Nawawi
·       Imam as-Suyuti
·       Imam Ibnu Katsir
·       Imam adz-Dzahabi
·       Imam al-Hakim

 Peninggalan

Imam Syafi'i terkenal sebagai perumus pertama metodologi hukum Islam. Ushul fiqh (atau metodologi hukum Islam), yang tidak dikenal pada masa Nabi dan sahabat, baru lahir setelah Imam Syafi'i menulis Ar-Risalah. Mazhab Syafi'i umumnya dianggap sebagai mazhab yang paling konservatif di antara mazhab-mazhab fiqh Sunni lainnya. Dari mazhab ini berbagai ilmu keislaman telah bersemi berkat dorongan metodologi hukum Islam yang dikembangkan para pendukungnya.
Karena metodologinya yang sistematis dan tingginya tingkat ketelitian yang dituntut oleh Mazhab Syafi'i, terdapat banyak sekali ulama dan penguasa di dunia Islam yang menjadi pendukung setia mazhab ini. Di antara mereka bahkan ada pula yang menjadi pakar terhadap keseluruhan mazhab-mazhab Sunni di bidang mereka masing-masing. Saat ini, Mazhab Syafi'i diperkirakan diikuti oleh 28% umat Islam sedunia, dan merupakan mazhab terbesar kedua dalam hal jumlah pengikut setelah Mazhab Hanafi

0 comments:

Post a Comment