I.
Pendahuluan
Ada beberapahal yang mendorong
kami menulis tema ini. Salah satu diantaranya adalah udcapan yang sering kita
dengar dari sebagian orang ataupu dari mereka yang menderita penyakit. Dari
ucapan mereka, seolah-olah mereka mengingkari adanya hikmah-hikmah Allah
dibalik ujian penyakitnya. Bahkan mereka bertanya-tanya,” mengapa Allah
menciptakan penyakit, atau” mengapa Engkau tega melakukannya Wahai Tuhanku ? ”
selain itu meraka mengajukan pertanyaan-pertanyaan serupa yang menunjukkan
sikap pengingkaran atas hikmah-hikmah Allah.
II. Pembahasan
Sesunggunya, sakit dan keimanan
memiliki hubungan erat. Ketika sakit, manusia merasa lemah dan tidak berdaya.
Ini bisa membuatnya berfikir dan menimbulkan kekhawatiran,kalau-kalau ia
meninggal dalam keadaan kafir. Sewaktu skit, manusia menyadari bahwa ada
kekuatan diatas dirinya yang mampu menglahkannya, yakni mikroba, mahluk kecil
yang tidak ada bandingannya dialam materi. Hal-hal inilah yang ahirnya
mendorong manusia untuk mencari perlindungan kepada Allah denga memasrahkan
dirinya dan memohon pertolongan kepada-Nya.[1]
Akidah dapat
mengurangi ketakutan manusia terhadap penyakit dengan menegaskan bahwa setiap
badan pasti akan mengalami sakit.
Imam Ali a.s. berkata:
لاَيَنْبَغِي لِلْعَبْدِ أَنْ
يَثِقَ بِخَصْلَتَيْنِ: الْعَافِيَةُ وِالْغِنَى، بَيْنَمَا تَرَاهُ مُعَافًى إِذْ سَقُمَ وَبَيْنَمَا تَرَاهُ غَنِيًّا إِذِ
افْتَقَرَ
(Tidak sepatutnya bagi seorang hamba terlalu percaya
kepada dua hal: kesehatan dan kekayaan. (Karena) di saat engkau melihatnya
sehat, mungkin tiba-tiba ia sakit dan di saat engkau melihatnya kaya, mungkin
tiba-tiba ia fakir).
Akidah juga menegaskan bahwa penyakit dapat menghilangkan
dosa. Imam Sajjad a.s. berkata:
إِنَّ
الْمُؤْمِنَ إِذَا حُمَّ
حُمًى وَاحِدَةً، تَنَاثَرَتِ الذُّنُوْبُ مِنْهُ كَوَرَقِ الشَّجَرِ
(Seorang mukmin ketika terserang penyakit panas satu kali,
dosa-dosanya akan rontok darinya laksana rontoknya dedaunan yang kering).
Abu Abdillah a.s. berkata:
صُدَاعُ لَيْلَةٍ يَحُطُّ كُلَّ خَطِيْئَةٍ إِلاَّ الْكَبَائِرَ
(Sakit kepala
satu malam akan membasmi setiap dosa, kecuali dosa besar).
Di samping segala
keistimewaan penyakit yang telah disebutkan dalam hadis-hadis di atas, penyakit
juga mendatangkan pahal yang besar bagi yang menderitanya. Hal ini dapat
membantunya untuk menghadapi penyakit tersebut dengan tulus hati.
Berkenaan dengan
hal di atas Rasulullah saww bersabda:
عَجِبْتُ مِنَ الْمُؤْمِنِ وَجَزَعَهُ مِنَ
السُّقْمِ، وَلَوْعَلِمَ مَا
لَهُ مِنَ السُّقْمِ مِنَ الثَّوَابِ، لأَحَبَّ أَنْ
لاَيَزَالَ سَقِيْمًا حَتَّى يَلْقَى رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
(Aku heran terhadap seorang mukmin yang mengaduh karena
sakit. Seandainya ia tahu tentang pahala yang tersimpan dalam sebuah penyakit,
niscaya ia mengharapkan untuk selalu sakit hingga ia berjumpa dengan Tuhannya).
Imam Ridha a.s.
berkata:
اَلْمَرَضُ لِلْمُؤْمِنِ تَطْهِيْرٌ وِرَحْمَةٌ وِلِلْكَافِرِ تَعْذِيْبٌ وَلَعْنَةٌ، وَإِنَّ الْمَرَضَ لاَيَزَالُ بِالْمُؤْمِنِ حَتَّى لاَيَكُوْنَ عَلَيْهِ ذَنْبٌ
(Penyakit bagi orang mu’min adalah penyucian dan rahmat,
sedangkan bagi orang kafir adalah siksaan dan laknat. Seorang mukmin akan
selalu ditimpa penyakit sehingga dosa-dosanya sirna).
Kesimpulannya,
Allah tidak menciptakan penyakit dengan sia-sia. Penyakit adalah satu sarana
untuk menguji manusia demi mengetahui kesabarannya terhadap segala bencana.
Oleh karena itu, Allah menguji para nabi-Nya dan hamba-hamba-Nya yang shalih
dengan penyakit.
Nabi Ayyub a.s. -
seperti yang telah kita ketahui bersama - mengalami penyakit di sekujur
tubuhnya. Ibnul Atsir Ad-Dimasyqi menulis: “Tidak satupun anggota tubuhnya yang
selamat kecuali hati dan lidahnya. Ia selalu berzikir kepada Allah dengan hati
dan lidah itu. Meskipun demikian, ia sabar, tabah dan selalu mengingat Allah
dalam setiap kesempatan; pagi, siang, sore dan malam. Penyakitnya berlangsung
lama sehingga teman dan para sahabatnya menjauh darinya. Ia diusir dari
negerinya, dan masyarakatnya tidak sudi lagi berhubungan dengannya. Tidak
seorang pun yang berbelas kasihan kepadanya, kecuali istrinya yang tahu balas
budi terhadap segala kebaikannya di masa lalu. Semua itu hanya memperbesar
kesabaran, ketabahan dan puji syukurnya (kepada Allah). Kesabaran Ayyub as ini
telah menjadi peribahasa di kalangan masyarakat dunia”.
Dan hasil dari
kesabaran dan ketabahannya itu, Allah mengembalikan semua kemuliaan dan
kejayaan yang selama ini ia punyai kepadanya.
Akidah, di samping
memerintahkan muslimin untuk bersabar menghadapi segala bentuk penyakit, ia
juga menasehatinya untuk tidak mengeluh karena penyakit itu. Karena mengeluh
itu berarti menuduh Allah atas segala qadla`-Nya. Begitu juga, mengaduh
karena penyakit itu dapat merendahkan martabat manusia di mata manusia lain,
dan ia akan dicela dan diejek karenanya.
Amirul Mukminin
Ali a.s. berkata:
كَانَ
لِي فِيْمَا مَضَى
أَخٌ فِي اللهِ، وَكَانَ يُعَظِّمُهُ فِي عَيْنَيَّ صِغَرُ الدُّنْيَا فِي عَيْنِهِ، وَكَانَ لاَيَشْكُوْ وَجَعًا إِلاَّ عِنْدَ بُرْئِهِ
(Dahulu kala aku mempunyai saudara yang agung di mataku
karena remehnya dunia di matanya. Ia tidak pernah mengeluh tentang penyakit
yang dideritanya kecuali ketika ia sembuh).[2]
Perlu diingat, ketika akidah ingin membasmi rasa takut dari
diri manusia, ia juga menanamkan rasa takut kepada Allah semata,
memperingatkannya untuk tidak bermaksiat kepada-Nya dan mengingatkan kepadanya
siksa-Nya yang pedih. Karena rasa
takut kepada Allah itu adalah satu-satunya jalan untuk bebas dari segala rasa
takut.
Alquran di
sejumlah ayat menganjurkan manusia untuk selalu takut kepada Allah SWT. Allah
berfirman: “Katakanlah, sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar
(kiamat) jika aku mendurhakai Tuhanku”.[3]
Dalam ayat yang
lain Ia berfirman: “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran
Tuhannya dan menahan diri dari hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat
tinggalnya”.[4]
Rasulullah saww bersabda:
مَا
سَلَّطَ اللهُ عَلَى
ابْنِ آدَمَ إِلاَّ مَنْ خَافَهُ ابْنُ آدَمَ، وَلَوْ أَنَّ
ابْنَ آدَمَ لَمْ
يَخَفْ إِلاَّ اللهَ
مَا سَلَّطَ اللهُ
عَلَيْهِ غَيْرَهُ ...
(Allah tidak akan menguasakan atas Bani Adam kecuali orang
yang mereka takuti. Seandainya Bani Adam tidak takut kecuali kepada-Nya, Ia
tidak akan menguasakan orang lain atas mereka).
Dalam hadis yang lain beliau bersabda:
طُوْبَى لِمَنْ شَغَلَهُ خَوْفُ اللهِ
عَنْ خَوْفِ النَّاسِ
(Beruntunglah
orang yang lebih takut kepada Allah dari pada takut kepada manusia).
Tentu saja takut
kepada Allah ini memiliki efek pendidikan yang sangat penting bagi umat
manusia.
Berkenaan dengan hal ini Imam Shadiq
a.s. berkata:
مَنْ عَرَفَ اللهَ خَافَ اللهَ،
وَمَنْ خَافَ اللهَ سَخَتْ نَفْسُهُ عَنِ
الدُّنْيَا
(Barang siapa yang mengenal Allah, maka ia akan takut
kepada-Nya, dan barang siapa yang takut kepada Allah, ia akan enggan kepada
dunia).[5]
Di samping itu, rasa takut kepada Allah itu juga mempunyai
efek-efek sosial yang dapat mendorong setiap individu untuk membantu orang
lain.
Allah SWT berfirman: “Dan mereka memberikan makanan yang
disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan tawanan. Sesungguhnya kami
memberikan makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridlaan Allah, kami
tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.
Sesungguhnya kami takut akan azab suatu hari yang (di hari itu orang-orang
bermuka) masam, penuh kesulitan (yang datang) dari Tuhan kami”.[6]
Plato mengatakan bahwa kesulitan dapat memperbaiki jiwa yang
bersangkutan sebanding dengan kehidupan yang dirusaknya. Begitu pula kemewahan dapat merusak jiwa yang
bersangkutan sebanding dengan kehidupan yang direbaiki.[7]
III. Kesimpulan
Akidah telah mampu membentuk jiwa yang shalih dan membuka
cakrawala luas baginya dengan jalan membebaskannya dari segala rasa takut.
Begitu juga akidah telah mampu menghubungkannya dengan Penciptanya,
mengingatkannya akan segala nikmat-Nya dan mengingatkannya akan siksa-Nya yang
pedih.
Jika pikiran seseorang bersandar pada penciptanya, niscaya
dia akan mengetahui bahwa tidaklah Allah sekali-kali mengujinya melainkan
dengan hal-hal yang pasti membawa pahal baginya ataau menghapuskan dosa darinya
selain itu ia akan merasakan keuntungan yang berkesinambungan dari Allah dan
faedah yang bertubi-tubi dari-Nya
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment