JIHAD

Posted by Unknown On Tuesday 8 November 2011 0 comments


Pendahuluan
            Jihad.. kata suci ini beberapa pecan kemarin sempat menjadi top news media masa indonesia. Pasalnya, dengan kata inilah salah satu kelompok yang berbasis islam melancarkan serangan-serangan dan aksi-aksi kekerasan di tanah air. Semua itu dilakukan untuk menghancurkan pusat-pusat kuasa imperialisme- meski sekedar symbol yang salah alamat- dunia, yakni amerika dan sekutunya. Implikasi dari itu semua adalah betapa banyak orang mendapatkan mimpi buruk dan secara psikologis ada sesuatu yang salah apabila mendengar kata jihad. Apakah Jihad seperti itu yang disyariatkan islam?

Pembahasan
            Jihad merupakan “madrasah hakiki”, bahkan tidak ada sekolahan yang lebih baik dibandingkan dengannya dalam kerangka menciptakan manusia dan mendidiknya[1]. Allah Swt berfirman:
* $tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts ÇÊËËÈ
Artinya;
            “Tidak sepatuhnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (pergi ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberai peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (Qs. At-Taubah; 122)
            Salah satu tafsir yang berkenaan dengan ayat tersebut adalah; “ ayat tersebut bertanya; mengapa setiap kelompok tidak menyiapkan suatu pasukan yang siap tempur dan kelompok lain dengan mengirimkan sejumlah orang kepada Rosulullah untuk menuntut ilmu Ilahi dari beliau? Kemudian setelah mereka menjadi alim, hendaklah mereka mengajari kaumnya sekembalinya mereka dari menuntut ilmu agar mereka bertaqwa kepada Allah Swt.

a.         Pengertian
     Makna asal Jihad ialah berbuat sesuatu secara maksimal, atau mengorbankan segala kemampuan. Arti lain dari jihad adalah berjuang dengan sungguh-sungguh seperti  firman allah dalam al-qur’an:
(#rßÎg»y_ur Îû «!$# ¨,ym ¾ÍnÏŠ$ygÅ_ 4 .........
Artinya: “Dan berjuanglah kamu dijalan allah dengan perjuangan yang sungguh-sungguh………” (QS. al-Hajj: 78).
     Adapun yang dimaksud dengan jihad menurut terminologi para ulama seperti dikemukakan oleh sebagian mereka ialah: Mengerahkan segala kemampuan yang ada atau sesuatu yang dimiliki untuk menegakan kebenaran dan kebaikan serta menentang kebatilan dan kejelekan dengan mengharap ridha allah[2].
     Diantara bentuk jihad yang umum dikenal ialah perang suci yang di lakukan umat islam terhadap orang-orang kafir (non muslim) dalam rangka menegakan dan mempertahankan agama islam. Ini tidak berarti bahwa kata jihad harus hanya berarti peperangan sebagaimana dianggap, sebab, seperti dikemukakan diatas, kata jihad pada dasarnya mengandung pengertian yang amat luas dan mencakup setiap bentuk perjuangan yang diridhoi allah.
     Termasuk kedalam pengertian jihad memerangi hawa nafsu, bahkan memerangi hawa nafsu seperti yang telah disabdakan rasullah merupakan jihad terbesar (jihad al-akbar) jika dibandingkan jihad-jihad yang lainnya. Al-qur’an sendiri melarang manusia untuk mengikuti hawa nafsu, karena hawa nafsu cenderung membawa manusia pada kejelekan bahkan tidak jarang menyesatkan orang yang mengikutinya dari jalan allah[3].

b.         Jihad = Perang Suci dan Pertahanan
     Terdapat perbedaan perspektif mengenai jihad antara ahli fikih Suni dengan ahli fikih Imamah. Ahli fikih Sunni menganggap perang terhadap orang kafir untuk ekspansi wilayah akupanNegara Islam sebagai bentuk jihad. Para fikih Imamah menganggap cakupan pengertian jihad sesederhana itu, demi menjaga penyalah gunaan konsep ini oleh otoritas-otoritas politik yang korup, mereka bersikeras bahwa izin dari Imam adalah syarat yang diperlukan bagi jihad.[4]
     Dalam buku yang berjudul “Agama Politik”, Ahmad Vaezi mengutip perkataan Syaikh Tusi mengenai ketentuan berjihad; “ Salah satu hal yang diperintahkan bahwa Imam haruslah menjadi satu-satunya untuk memeulai Jihad melawan orang-orang kafir (kuffar).
     Sachedina menjelaskan mengapa tidak dibenarkan untuk jihad tanpa izin dari Imamiah:
Tujuan murni dari jihad, tidak dijunjung tinggi oleh pemerintahan zaman khilafah. Apa yang menyebabkan jihad menyimpang keluar dari tujuan al-Quran, ialah dengan munculnya kekuasaan yang tidak adil dan tidak berhak yang mengklaim melakukan perang jihad atas nama Tuhan.. dari kedua tujuan utama jihad, yaitu menyeru kepada rakyat untuk merespon bimbingan Tuhan, dan untuk melindungi kesejahtraan mendasar rakyat. Tujuan yang pertama, menurut seluruh ahli fikih Imamah, memerlukan hadirnya imam yang adil atau orang yang diserahi tugas sebagai wakil oleh otoritas semacam itu. Ini adalah intuk menjamin bahwa jihad teradap orang-orang kafir telah dijalankan benar-benar demi Tuhan.
     Jika seorang Imam telah mendelegasikan otoritas dan tugas-tugasnya secara menyeluruh kepada seorang fakih[5] yang adil dan kapabel sebagai deputinya selama masa ghaib besar Imam (greater occulation), wilayah fukaha[6] akan menjadi universal.keuniversalan wilayah membawa implikasi bahwa masyarakat Islam membutuhkan seorang wali untuk memimpin dan mengatur urusan-urusan mereka, tanpa mempersoalkan apakah seorang imam maksum hadir atau tidak.

c.          Jihad “ Madrasah yang Menciptakan Manusia”
     Pada hakikatnya, orang yang pergi ke medan pertempuran melakukan dua jihad suci sekaligus; pertama jihad kecil dan kedua jihad besar. Yang pertama, menghancurkan musuh dan mengalahkannya, Yang kedua, membangun kepribadian dan mencapai keutamaan akhlak yang agung.[7]
     Mujahid yang sabar dan tegar dalam menghadapi gelombang penderitaanpun dituntut untuk menanamkan dalam dirinya, sifat mengutamakan orange lain (al- Itsar) dan pengorbanan serta mensucikan dirinya dari masing-masing sifat tercela. Pada saat ia mampu mengalahkan musuh, ia juga harus mengalahkan nafsu amarah. Jika itu memeng terwujud, maka setelah ia pulang dari medan pertempuran, ia dapat menyandang predikat manusia seutuhnya dan menjadi pengajar dan pendidik bagi orang-orang yang belum berangkat ke medan pertempuran.
     Apabila madrasah sepritual dan Irfan membuthkan dua puluh tahun atau tiga puluh tahun untuk mendidik manusia untuk menjadi manusia yang seutuhnya, maka madrasah jihad mendidiknya hanya dalam masa lima atau inam bulan[8]. Demikian lah yang terjadi pada masa permulaan terbitnya fajar Islam, di mana banyak sahabat nabi yang terjadi pada masa permulaan terbitnya fajar Islam, di mana banyak sahabat nabi yang terdidik di front dalam waktu yaang terdidik di front dalam waktu yang  sangat singkat sekali.  Pada masa itu banyak sekali mereka yang berakhlak tercela jauh dari tuntutan Allah, tetapi keberangkatan mereka ke medan perang merubah segalanya. Membuat decak kagum orang-orang yang memperhatikan mereka, setelah kembalinya mereka pulang dari jihad.  
     Orang yang tidak berhasil mendidik dirinya dengan pendidikan ini, maka pahalanya
-meskipun ia gugur- tidak sama dengan pahala mujahid yang berhasil  mendidik dirinyamendidik dirinya. Salah satu syarat penting dan merupakan tujuan yang ingin diraih oleh mujahid di jalan Allah, adaalah mendidik dirinya dan menghiasinya dengan akhlak-akhlak terpuji serta menjauhkannya dari sifat-sifat tercela.
     Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah yang masyhur mengenai jihad, ketika beliau ditanyai Sahabat setelah memenangkan perang badar. Beliau bersabda:



Artinya; “Kita pulang dari Jihad kecil menuju Jihad besar, yaitu Jihad melawan hawa nafsu.”
Dari hadist diatas dapat difahami bahwa jihad melawan hawa nafsu yakni mngalahkan sifat-sifat buruk dan keinginan-keinginan yang yang akan membawa manusia pada kemadharatan merupakan jihad terbesar, karna jika perang melawan musuh yang dhohir kita bisas tau seberapa besar kekuatan mereka sehingga kita bisa mempersiapkannya dengan seimbang, akan tetapi hawa nafsu adalah musuh yang tidak bisa dilihat jadi kesungguh-sungguhan dalam memeranginya merupakan modal utama.

Penutup
            Dari pemaparan makalah di atas dapat kita ambil benang merah bahwa, jihad itu dibagi dua ; jihad kecil dan jihad besar. Yang dimaksud dengan jihad kecil adalah berperang terhadap kelompok yang berusaha untuk memerangi Islam, sedang jihad besar adalah peperangangan yang dilakukan oleh diri pribadi terhadap hawa nafsunya seniri.
            Apapun nama dan bentuk dari jihad, pada intinya, jihad merupakan salah satu upaya dari penjagaan orang-orang muslim terhadap kemuliaan Islam.karena dalam jihad terkandung nilai-nilai –yang apabila nilai-nilai itu diperoleh oleh mujadid- yang akan menjaga Islam dari pandangan-pandangan yang benci terhadapnya.
            Dalam interpretasinya, Jihad pula dapat kita masukan kedalam suatu nilai yang mengandug tingkat hermenetika, dalam arti mengahasilkan ragam makna yang satu dan lainnya bukan saja ada kemungkinan berbeda, tetapi bahkan bertolak belakang.


[1]
[2] Harun Nasution  Dan Tim, Ensiklopedi Islam Indonesia,Jilid 2 I-N,  2002,  Djambatan, Jakarta. Hal.539
[3] Ibid. Harun Nasution  Dan Tim, Ensiklopedi Islam Indonesia, Hal.539
[4] Lihat Agama Politik, Ahmad Vaezi, hal 93-95
[5] Fakih,jamknya fukaha artinya orang-orang yang ahli dalam masalah fikih (hukum) Islam
[6] Wilayah fukaha (fukaha jamak dari fakih) dapat didefinisikan sebagai sebuah otoritas yang diserahkan kepada fukaha yang berilmu tinggi sehingga mereka dapat mengarahkan dan member nasihat pada umat Islam selama tidak hadirnya seorang Imam maksum.otoritas ini didapat dariImam yang merupakan al-Hujjah(dari tuhan), oelh karenanya adalah wajib untuk mentaati perintah-perintahnya sebagai otoritas tunggal yang sah.
    Doktrin wilayat alfakih merupakan poros sentral dari pemikiran politik Syi’ah kontemporer. Ia mengadopsi sebuah system politik yang berbasiskan perwalian, yang bersandarkan pada seorang fakih yang adail dan kapabel selama gaibnya imam yang maksum, yaitu imam Mahdi. Akan tetapi, meskipun perwalian dari seorang ulama agung diakui secara universal di antara semua teori-teori pemerintahan Syi’ah, terjadi ketidak sepakatan pada detail-ditailnya, seperti besarnya peranan fakih dan luasnya cakupan otoritasnya.
[7]
[8]

0 comments:

Post a Comment