Pendahuluan
Jihad..
kata suci ini beberapa pecan kemarin sempat menjadi top news media masa indonesia. Pasalnya, dengan kata inilah salah
satu kelompok yang berbasis islam melancarkan serangan-serangan dan aksi-aksi
kekerasan di tanah air. Semua itu dilakukan untuk menghancurkan pusat-pusat
kuasa imperialisme- meski sekedar symbol yang salah alamat- dunia, yakni
amerika dan sekutunya. Implikasi dari itu semua adalah betapa banyak orang
mendapatkan mimpi buruk dan secara psikologis ada sesuatu yang salah apabila
mendengar kata jihad. Apakah Jihad seperti itu yang disyariatkan islam?
Pembahasan
Jihad merupakan “madrasah hakiki”,
bahkan tidak ada sekolahan yang lebih baik dibandingkan dengannya dalam
kerangka menciptakan manusia dan mendidiknya[1].
Allah Swt berfirman:
*
$tBur
c%x.
tbqãZÏB÷sßJø9$#
(#rãÏÿYuÏ9
Zp©ù!$2
4
wöqn=sù
txÿtR
`ÏB
Èe@ä.
7ps%öÏù
öNåk÷]ÏiB
×pxÿͬ!$sÛ
(#qßg¤)xÿtGuÏj9
Îû
Ç`Ïe$!$#
(#râÉYãÏ9ur
óOßgtBöqs%
#sÎ)
(#þqãèy_u
öNÍkös9Î)
óOßg¯=yès9
crâxøts
ÇÊËËÈ
Artinya;
“Tidak sepatuhnya bagi orang-orang yang mukmin
itu pergi semuanya (pergi ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberai peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (Qs. At-Taubah;
122)
Salah satu
tafsir yang berkenaan dengan ayat tersebut adalah; “ ayat tersebut bertanya;
mengapa setiap kelompok tidak menyiapkan suatu pasukan yang siap tempur dan
kelompok lain dengan mengirimkan sejumlah orang kepada Rosulullah untuk
menuntut ilmu Ilahi dari beliau? Kemudian setelah mereka menjadi alim,
hendaklah mereka mengajari kaumnya sekembalinya mereka dari menuntut ilmu agar
mereka bertaqwa kepada Allah Swt.
a.
Pengertian
Makna
asal Jihad ialah berbuat sesuatu secara maksimal, atau mengorbankan segala
kemampuan. Arti lain dari jihad adalah berjuang dengan sungguh-sungguh seperti firman allah dalam al-qur’an:
(#rßÎg»y_ur
Îû
«!$#
¨,ym
¾ÍnÏ$ygÅ_
4
.........
Artinya:
“Dan berjuanglah kamu dijalan allah
dengan perjuangan yang sungguh-sungguh………” (QS. al-Hajj: 78).
Adapun yang dimaksud dengan jihad menurut
terminologi para ulama seperti dikemukakan oleh sebagian mereka ialah:
Mengerahkan segala kemampuan yang ada atau sesuatu yang dimiliki untuk
menegakan kebenaran dan kebaikan serta menentang kebatilan dan kejelekan dengan
mengharap ridha allah[2].
Diantara bentuk jihad yang umum dikenal
ialah perang suci yang di lakukan umat islam terhadap orang-orang kafir (non
muslim) dalam rangka menegakan dan mempertahankan agama islam. Ini tidak
berarti bahwa kata jihad harus hanya berarti peperangan sebagaimana dianggap,
sebab, seperti dikemukakan diatas, kata jihad pada dasarnya mengandung
pengertian yang amat luas dan mencakup setiap bentuk perjuangan yang diridhoi
allah.
Termasuk kedalam pengertian jihad memerangi
hawa nafsu, bahkan memerangi hawa nafsu seperti yang telah disabdakan rasullah
merupakan jihad terbesar (jihad al-akbar) jika dibandingkan jihad-jihad yang
lainnya. Al-qur’an sendiri melarang manusia untuk mengikuti hawa nafsu, karena
hawa nafsu cenderung membawa manusia pada kejelekan bahkan tidak jarang
menyesatkan orang yang mengikutinya dari jalan allah[3].
b.
Jihad
= Perang Suci dan Pertahanan
Terdapat perbedaan perspektif mengenai
jihad antara ahli fikih Suni dengan ahli fikih Imamah. Ahli fikih Sunni
menganggap perang terhadap orang kafir untuk ekspansi wilayah akupanNegara
Islam sebagai bentuk jihad. Para fikih Imamah menganggap cakupan pengertian
jihad sesederhana itu, demi menjaga penyalah gunaan konsep ini oleh
otoritas-otoritas politik yang korup, mereka bersikeras bahwa izin dari Imam
adalah syarat yang diperlukan bagi jihad.[4]
Dalam buku yang berjudul “Agama Politik”,
Ahmad Vaezi mengutip perkataan Syaikh Tusi mengenai ketentuan berjihad; “ Salah satu hal yang diperintahkan bahwa Imam
haruslah menjadi satu-satunya untuk memeulai Jihad melawan orang-orang kafir
(kuffar).
Sachedina menjelaskan mengapa tidak
dibenarkan untuk jihad tanpa izin dari Imamiah:
Tujuan murni dari jihad, tidak
dijunjung tinggi oleh pemerintahan zaman khilafah. Apa yang menyebabkan jihad
menyimpang keluar dari tujuan al-Quran, ialah dengan munculnya kekuasaan yang
tidak adil dan tidak berhak yang mengklaim melakukan perang jihad atas nama
Tuhan.. dari kedua tujuan utama jihad, yaitu menyeru kepada rakyat untuk
merespon bimbingan Tuhan, dan untuk melindungi kesejahtraan mendasar rakyat.
Tujuan yang pertama, menurut seluruh ahli fikih Imamah, memerlukan hadirnya
imam yang adil atau orang yang diserahi tugas sebagai wakil oleh otoritas
semacam itu. Ini adalah intuk menjamin bahwa jihad teradap orang-orang kafir
telah dijalankan benar-benar demi Tuhan.
Jika
seorang Imam telah mendelegasikan otoritas dan tugas-tugasnya secara menyeluruh
kepada seorang fakih[5]
yang adil dan kapabel sebagai deputinya selama masa ghaib besar Imam (greater occulation), wilayah fukaha[6]
akan menjadi universal.keuniversalan wilayah membawa implikasi bahwa masyarakat
Islam membutuhkan seorang wali untuk memimpin dan mengatur urusan-urusan
mereka, tanpa mempersoalkan apakah seorang imam maksum hadir atau tidak.
c.
Jihad
“ Madrasah yang Menciptakan Manusia”
Pada hakikatnya, orang yang pergi ke medan
pertempuran melakukan dua jihad suci sekaligus; pertama jihad kecil dan kedua
jihad besar. Yang pertama, menghancurkan musuh dan mengalahkannya, Yang kedua,
membangun kepribadian dan mencapai keutamaan akhlak yang agung.[7]
Mujahid yang sabar dan tegar dalam
menghadapi gelombang penderitaanpun dituntut untuk menanamkan dalam dirinya,
sifat mengutamakan orange lain (al- Itsar) dan pengorbanan serta mensucikan
dirinya dari masing-masing sifat tercela. Pada saat ia mampu mengalahkan musuh,
ia juga harus mengalahkan nafsu amarah. Jika itu memeng terwujud, maka setelah
ia pulang dari medan pertempuran, ia dapat menyandang predikat manusia
seutuhnya dan menjadi pengajar dan pendidik bagi orang-orang yang belum
berangkat ke medan pertempuran.
Apabila madrasah sepritual dan Irfan
membuthkan dua puluh tahun atau tiga puluh tahun untuk mendidik manusia untuk
menjadi manusia yang seutuhnya, maka madrasah jihad mendidiknya hanya dalam
masa lima atau inam bulan[8].
Demikian lah yang terjadi pada masa permulaan terbitnya fajar Islam, di mana
banyak sahabat nabi yang terjadi pada masa permulaan terbitnya fajar Islam, di
mana banyak sahabat nabi yang terdidik di front dalam waktu yaang terdidik di
front dalam waktu yang sangat singkat
sekali. Pada masa itu banyak sekali
mereka yang berakhlak tercela jauh dari tuntutan Allah, tetapi keberangkatan
mereka ke medan perang merubah segalanya. Membuat decak kagum orang-orang yang
memperhatikan mereka, setelah kembalinya mereka pulang dari jihad.
Orang yang tidak berhasil mendidik dirinya
dengan pendidikan ini, maka pahalanya
-meskipun
ia gugur- tidak sama dengan pahala mujahid yang berhasil mendidik dirinyamendidik dirinya. Salah satu
syarat penting dan merupakan tujuan yang ingin diraih oleh mujahid di jalan
Allah, adaalah mendidik dirinya dan menghiasinya dengan akhlak-akhlak terpuji
serta menjauhkannya dari sifat-sifat tercela.
Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah
yang masyhur mengenai jihad, ketika beliau ditanyai Sahabat setelah memenangkan
perang badar. Beliau bersabda:
Artinya;
“Kita pulang dari Jihad kecil menuju
Jihad besar, yaitu Jihad melawan hawa nafsu.”
Dari
hadist diatas dapat difahami bahwa jihad melawan hawa nafsu yakni mngalahkan
sifat-sifat buruk dan keinginan-keinginan yang yang akan membawa manusia pada
kemadharatan merupakan jihad terbesar, karna jika perang melawan musuh yang
dhohir kita bisas tau seberapa besar kekuatan mereka sehingga kita bisa
mempersiapkannya dengan seimbang, akan tetapi hawa nafsu adalah musuh yang
tidak bisa dilihat jadi kesungguh-sungguhan dalam memeranginya merupakan modal
utama.
Penutup
Dari
pemaparan makalah di atas dapat kita ambil benang merah bahwa, jihad itu dibagi
dua ; jihad kecil dan jihad besar. Yang dimaksud dengan jihad kecil adalah
berperang terhadap kelompok yang berusaha untuk memerangi Islam, sedang jihad
besar adalah peperangangan yang dilakukan oleh diri pribadi terhadap hawa
nafsunya seniri.
Apapun
nama dan bentuk dari jihad, pada intinya, jihad merupakan salah satu upaya dari
penjagaan orang-orang muslim terhadap kemuliaan Islam.karena dalam jihad
terkandung nilai-nilai –yang apabila
nilai-nilai itu diperoleh oleh mujadid- yang akan menjaga Islam dari
pandangan-pandangan yang benci terhadapnya.
Dalam interpretasinya, Jihad pula
dapat kita masukan kedalam suatu nilai yang mengandug tingkat hermenetika,
dalam arti mengahasilkan ragam makna yang satu dan lainnya bukan saja ada
kemungkinan berbeda, tetapi bahkan bertolak belakang.
[2] Harun Nasution Dan Tim, Ensiklopedi
Islam Indonesia,Jilid 2 I-N, 2002,
Djambatan, Jakarta. Hal.539
[3] Ibid. Harun Nasution Dan Tim, Ensiklopedi
Islam Indonesia, Hal.539
[4] Lihat Agama Politik, Ahmad
Vaezi, hal 93-95
[5] Fakih,jamknya fukaha artinya
orang-orang yang ahli dalam masalah fikih (hukum) Islam
[6] Wilayah fukaha (fukaha jamak
dari fakih) dapat didefinisikan sebagai sebuah otoritas yang diserahkan kepada
fukaha yang berilmu tinggi sehingga mereka dapat mengarahkan dan member nasihat
pada umat Islam selama tidak hadirnya seorang Imam maksum.otoritas ini didapat
dariImam yang merupakan al-Hujjah(dari tuhan), oelh karenanya adalah wajib
untuk mentaati perintah-perintahnya sebagai otoritas tunggal yang sah.
Doktrin wilayat alfakih merupakan
poros sentral dari pemikiran politik Syi’ah
kontemporer. Ia mengadopsi sebuah system politik yang berbasiskan perwalian,
yang bersandarkan pada seorang fakih yang adail dan kapabel selama gaibnya imam
yang maksum, yaitu imam Mahdi. Akan tetapi, meskipun perwalian dari seorang
ulama agung diakui secara universal di antara semua teori-teori pemerintahan
Syi’ah, terjadi ketidak sepakatan pada detail-ditailnya, seperti besarnya
peranan fakih dan luasnya cakupan otoritasnya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment