I.
Pendahuluan
Ada beberapahal yang mendorong
kami menulis tema ini. Salah satu diantaranya adalah udcapan yang sering kita
dengar dari sebagian orang ataupu dari mereka yang menderita penyakit. Dari
ucapan mereka, seolah-olah mereka mengingkari adanya hikmah-hikmah Allah
dibalik ujian penyakitnya. Bahkan mereka bertanya-tanya,” mengapa Allah
menciptakan penyakit, atau” mengapa Engkau tega melakukannya Wahai Tuhanku ? ”
selain itu meraka mengajukan pertanyaan-pertanyaan serupa yang menunjukkan
sikap pengingkaran atas hikmah-hikmah Allah.
II. Pembahasan
Sesunggunya, sakit dan keimanan memiliki hubungan erat. Ketika sakit, manusia merasa lemah dan tidak berdaya. Ini bisa membuatnya berfikir dan menimbulkan kekhawatiran,kalau-kalau ia meninggal dalam keadaan kafir. Sewaktu skit, manusia menyadari bahwa ada kekuatan diatas dirinya yang mampu menglahkannya, yakni mikroba, mahluk kecil yang tidak ada bandingannya dialam materi. Hal-hal inilah yang ahirnya mendorong manusia untuk mencari perlindungan kepada Allah denga memasrahkan dirinya dan memohon pertolongan kepada-Nya.[1]
I. Pendahuluan.
Dimasa lampau, pendekatan tanpa nalar dan tidak masuk
akal yang disuburkan oleh missogini, serta spekulasi dan berpikir irasional
lainnya, semua itu membuat perempuan dinggap inferior. Dalam menilai status
perempuan, pemikiran barat telah melakukan kesalahan besar seperti kesalahan yang
dibuat oleh kaum pria pada masa lampau. Pemikiran tersebut telah membentuk
opini berdasarkan kepercayaan-kepercayaan irasinal. Hal ini menyebabkan
distorsi pemikiran tentang perempuan di kemudian hari di negara-negara barat
yang maju dan menyebabkan distorsi yang parah dalam konsep perempuan.[1]
Pada dasarnya semua manusia setara di hadapan Allah SWT
dan tidakada pembedaan yang dibuat antara pria dan perempuan. Manusia karena
fitrahnya mampu mendaki rangkaian gradasi (tingkat-tingkat) kesempurnaan
spiritual, yang berpuncak pada kedekatan maksimum di hadapan kehadirat Illahi.
Proses ini ditentukan oleh kesalehan. Tentunya kesalehan ini dapat ditemukan
pada pria maupun perempuan, dalam kapasitas yang sama. Maryam dan istri Fir’aun
merupakan dua sosok teladan bagi seluruh orang beriman.
II. Pembahasan.
Abu hurairah meriwayatkan bahwasannya rasulallah
bersabda: “hai kaum wanita, hendaklah kalian banyak bersedekah, perbanyaklah
istigfar, karena aku melihat kalian terbanyak didalam neraka” salah seorang
diantara mereka bertanya: “ya Rasulallah kenapa kami menjadi penghuni neraka
paling banyak?”
Rasulallah Saw menjawab: “karena kalian banyak
mengucapkan kutukan dan mengingkari kebaikan suami! Aku tidak melihat ada
orang-orang yang tidak kekurangan akal dan kurang menghayati agamanya lebih
banyak dari pada orang yang berakal yang ada diantara kalian!”
Wanita itu bertanya lagi:”ya Rasulallah, apakah
artinya kekurangan akal dan kekurangan penghayatan agama?”
Beliau menjawab:”kekurangan akal itu adalah kesaksian
dua wanita sama kuatnya dengan kesaksian seorang pria. Itulah kekurangan akal!
Wanita bermalam-malam tidak menunaikan shalat dan makan dibulan ramadhan (yakni
disaat-saat wanita sedang haidh), itulah kekurangan penghayatan agama.”
Sebelum kita menerangkan makna harpiah hadis tersebut dan
menguraikan pengertiannya, baiklah kita kemukakan hadist lain yang sanadnya
sekuat hadist diatas bahkan lebih banyak diulang-ulang penyebutannya dan
seringkali diketengahkan orang. Hadist itu berbunyi: “aku telah melihat
surga, disana tampah sebagian besaar penghuninya terdiri dari kaum miskin. Aku
juga telah melihat neraka, disana kulihat penghuninya terdiri atas kaum
wanita”.
Abu hurairah meriwayatkan bahwa rasulallah pernah
bersabda: “kaum muslim yang miskin setengah hari lebih dulu masuk surga
sebelum orang-orang kaya. Sehari sama dengan lima ratus tahun”
Kemudian rasulallah bersabda: “Aku berdiri dipintu
surga, yang masuk kedalamnya kebanyakan orang-orang miskin , sedang
orang-oranang yang hidup serba senang dalam keadaan tertahan, namun para
penghuni neraka sudah menyuruh mereka masuk kedalamnya. Aku berdiri dipintu
neraka, tiba-tiba kulihat yang masuk
kedalamnya kebanyakan kaum wanita”.[2]
Bagai manakah makna kharfiah hadist-hadist diatas? Dan
bagaimanakah pengaruh yang tampak dalam kehidupan umat islam? Makna harfiahnya
adalah “miskin lebih baik daripada kaya, kemelaratan lebih baik daripada
kecukupan” apakah negara dapat berdiri, peradaban dapat berkembang atau kaum
muslim dapat memenangkan perjuangan membela kebenaran kalau mereka dalam
keadaan sebagai yang diajarkan oleh Nabi mereka? Itu amat mustahil, jelas
keadaan yang seperti itu bukan yang dikehendaki oleh Nabi Muhammad Saww. Makna
hadist-hadist tersebut tidak sebagai mana yang dikatakan oleh orang-orang yang
brfikir kerdil. Karna itu orang tidak akan dapat memahami hadist jika ia tidak
mendalami ilmu agama.
Kalau yang masuk kedalam neraka itu adalah wanita, lantas
apakah arti dari firman allah “....surga ‘Adn yang akan mereka masuki
bersama-sama dengan orang yang saleh daripada orang tua mereka, para istri
mereka dan anak cucu keturunan mereka”.[3]
Jelaslah, bahwa mengetengahkan hadist Nabi Muhammad Saww tanpa
disertai pengertian yang benar adalah suatu bentuk pengubahan makna hadist itu
dari yng semestinya, dan agama islam terlalu banyak dirugikan oleh perbuatan
seperti itu.
Hadist tersebut sebenarnya bermaksud menjaga nama baik
keluarga atau rumah tangga islam dari pergunjingan orang banyak yang mungkin
ditimbulkan oleh seorang istri yng hidup dari nafkah suaminya, tetapi ia tidak
mengakui kebaikannya dan mengingkari hak-haknya. Memang benar, bahwa seorang
suami dapat saja berbuat kekeliruan, namun orang harus ingat bahwa semua anak
adam dapat berbuat kekeliruan atau salah.
Yang
lebih celaka lagi adanya penafsiran hadist tersebut yang akhirnya mendorong
kaum wanita sinis terhadap islam. Ada orang yang menafsirkan “kekurangan akal”
dengan “kedunguan” dan menafsirkan “kekurangan penghayatan agama” dengan
“maksiat”. Dengan penafsiran seperti itu orang menyamakan wanita sebentuk
dengan kerendahan dan kehinaan . pemikiran semacam itu merupakan sisa-sisa
kejahiliahan yang pada jaman silam mencemarkan masyarakat arab. Islam sama
sekali jauh dari pemikiran seperti itu.
Orang
yang mengutip Hadis “lâ yuflih qaumun wallau amrahum imra’atan” (tak
beruntung sebuah kaum yang menyerahkan kepemimpinan mereka pada seorang
perempuan, Red) itu, hanya melihat hadis dari sisi tekstualnya. Dalam studi
hadis, ada urgensi kritik sanad (mata rantai perawi hadis, Red) dan matan
(inti hadis, Red). Mungkin saja dari aspek kritik sanad, hadis
misoginis itu lolos, karena kita memakai perspektif Bukhari yang konon dianggap
paling sahih. Tapi sebagai cacatan, dalam studi-studi hadis yang lebih mendalam
disimpulkan bahwa tidak seluruh isi kitab Bukhari mutlak dijamin benar. Banyak
juga Hadis Bukhari yang tidak disahihkan oleh imam-imam lain, dan itu bukan hal
baru dalam studi hadis. Kritik lain terhadap hadis yang diriwayatkan Abu Bakrah
ini juga terletak pada persoalan perawinya sendiri.
Studi kritik
atas sanad dan matan kini dikembangkan lebih jauh lagi. Dalam kritik matan
misalnya, terdapat tiga kategori yang dipakai sebagai patokan kebenaran sebuah
hadis. Pertama, apakah hadis itu tidak bertentangan dengan pesan moral Alquran
seperti persamaan, keadilan dan kemanusiaan? Kedua, apakah matan hadis itu tak
bertentangan dengan kenyataan sejarah (kritik sejarah, Red). Ketiga, apakah
content atau isi hadis itu tidak bertentangan dengan fakta-fakta ilmiah. Kritik
matan ini sangat penting juga artinya, bahkan terkadang jauh lebih penting dari
kritik sanad sendiri.
Nah, kritik kita
terhadap hadis yang disebutkan di atas cukup menarik. Kesimpulan kita: Pertama,
content hadis tadi baru muncul 23 tahun setelah Nabi Saw meninggal. Kedua,
hadis itu bertentangan dengan Alquran yang mengisahkan secara global tentang
kepemimpinan perempuan Ratu Saba’. Di dalam Al-Qur’an sendiri, hampir seluruh
pernyataan tentang eksistensi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafûr mengacu
pada kepemimpinan Ratu Bilqis itu. Kenyataan bahwa Alquran mengabadikan cerita
itu bukan main-main dan punya arti yang mendalam.
1) jadi menurut Misdah, hadis misogini itu TIDAK sah. Bgm pendapat anda ?
2) kalau hadis ini tidak sah : mengapa ini masih digunakan secara luas di
negara2 Islam ? Megnapa tidak dibatalkan oleh Al Azhar, misalnya ? Benazir Bhutto sendiri mengalami kesulitan mempertahankan kedudukannya karena tantangan para imam.Utk memenangkan dukungan mereka Bhutto harus memberi konsesi banyak kpd mereka.
1) jadi menurut Misdah, hadis misogini itu TIDAK sah. Bgm pendapat anda ?
2) kalau hadis ini tidak sah : mengapa ini masih digunakan secara luas di
negara2 Islam ? Megnapa tidak dibatalkan oleh Al Azhar, misalnya ? Benazir Bhutto sendiri mengalami kesulitan mempertahankan kedudukannya karena tantangan para imam.Utk memenangkan dukungan mereka Bhutto harus memberi konsesi banyak kpd mereka.
What is your
opinion ?
3) Dan apa kata
mereka yg tidak setuju wanita jadi pemimpin dalam Islam ? Misdah menganggap
mereka ini mempergunakan hadis ini utk kepentingan politis.[4]
a.
Hak-hak wanita Dalam Islam
Dalam
kerangka sosial, islam sesuai dengan lingkup sosial yang alami maupun
praktismenggunakan prinsip pembagian kerjasesuai dengan jenis kelaminnya. Akan
tetapi, pembagian ini tida bermaksud sebagai bentuk perlakuan diskriminasi.
Niat utamanya adalah untuk menjaga kekhasan karakteristikkeduanya, sementara
menempatkan bakat dan keahlian keduanya dalam cara yang paling bermanfaat
secara sosial.
Setelah menelaah idiologi Islam mengenai manusia
khususnya wawasan terhadap wanita, alangkah baiknya jika kita memandang sekilas
tentang hak-hak wanita dalam sistem hukum islam, hak asasi wanita dalam Islam
dapat dibagi dua bagian:
v Hak umum.
Hak umum
adalah dimana hak pria dan wanita andil bersama sebagai umat manusia.
Disepanjang sejarah wanita telah dirampas sebagian hak-hak kemanusiaannya.
Islam menciptakan prahara dengan refolusi
budaya dan sosialnya serta menggulingkan kejahilan yang berkuasa selama
itu. Untuk pertama kalinya wanita menikmati hak sesungguhnya, empat belas abad
sesudahnya persamaan semacamnya dituangkan kedalam tulisan didalam redaksi
hak-hak asasi manusia (HAM) PBB. Islam pun mengembalikan kembali hak wanita
kepada wanita.
Menurut islam
asas yang berlaku adalah persamaan pria dan wanita. Karena kemanusiaannya,
tidak ada perbedaan yang mesti ada pada mereka.
v Hak khusus.
Selain hak-hak
lazim baik yang diberikan kepada pria
maupun wanita (yang biasa disebut hukum umum), Islam memberikan hak-hak
khusus kepada wanita berkenaan dengan ciri-ciri alami dan sosialnya. Sementar
itu, islam juga menyinggung tanggung jawab khusus berdasarkan hak-hak tersebut.
Didalam al-Qur’an, bersamaan hak-hak khusus wanita menyebutkan secara gamblang
mengenai tugas-tugas ini, “....dan mereka (wanita)mempunyai hak-hak yang
serupa dengan mereka (pria) diatas mereka” hak-hak khusus wanita memiliki
pembagian-pembagian yang sama seperti yang telah disebutkan terdahulu. Kita
dapat membaginya kedalam hak-hak finansial dan spiritual.
b. Aminah wadud dan feminisme
Kontroversi jumatan yang dilakukannya hanyalah sebuah
langkah awal, sebuah proyek besar bernama feminisme liberal. Dan hanya
merupakan fenomena puncak gunung es dari sekian aktivitas dan ide feminisme
riberal. Beberapa nama dan aktivitas feminisme liberal global segera
bermuncula. Dimalaisia,aminah wadud bersama aktivis-aktivis liberal malasia
menggagas sister in islam[5]
Secara ringkas fisi dan misi sisterin islam adalah
sebagai berikut:
Sisterin islam ialah sekumpulan wanita beragama islam
yang memperjuangkan hak-hak wanita yang ingin menyama ratakan derajat antara
laki-laki dan wanita dan menghilangkan perbedaan antara keduanya dalam kerangka
islam yang mengacu pada al-qur’an dan sunah.
Usaha kami dalam mempromosiaka hak-hak wanita islam
adalah berasaskan atas perinsip-perinsip keseksamaan (persamaan), keadilan,
kebebasan dan martabat seperti yang diperintahkan oleh al-quran dan diperjelas
oleh kajian kami mengenai kitab suci ini. sister in islam yang telaah tumbuh
pada tahun 1988 dan didaftar sebagai pertumbuhan bukan kerajaan (NGO). Pada
tahun 1993 dibawah nama sister in islam forum (Malaysia) Berhad. Nama sister in
islam terus dipergunakan dalam tulisan kami.
Misi kami adalah untuk meningkatkan kesadaran terhadap
prinsif-prinsif islam yang benar, prinsif-prinsif yang memulyakan konsep
keseksamaan diantara wanita dan laki-laki dan perjuangan kearah pembentukan
masyarakat yang berasaskan prinsif islam seperti keseksamaan, keadilan,
kebebasan dan martabat dalam negara demokrasi.
Obyek utama kami adalah sebagai berikut
v
Menegakan dan membangun satu kerangka hak-hak wanita
dalam islam yang mengambil pengalaman dan realiti wanita.
v
Menghapuskan ketidak adilan dan dikriminaasi terhadap
wanoita dengan mengubah amalan-amalan serta nilai-nilai yang menganggap taraf
wanita lebih rendah daripada laki-laki.
v
Membina kesadaran awam dan memperbaharui undang-undang
serta dasar-dasar mengenai keseksamaan, keadilan, kebebasan, martabat dan
demokrasi dalam Islam.
Ide-ide
feminisme ini juga disebar luaskan secara aktif oleh Asra Q Nomani[6] maka semuanyapun menjadi
jelas. Dalam situs tersebut, ide feminisme liberal Asra diekspresikan dengan
kebebasan “seks” dengan nama Tantrika.
Asra Q Nomani
kelahiran india berusia empat puluh tahun ini adalah otak dari jum’atan heboh
Aminah Wadud, ia adalah pendiri kelompok feminisme liberal bernama womens
freedom tour. Merekalah yang merancang jum’atan kontropersial yang diimami oleh
Aminah Wadud, dan merancang jum’atan berikutnya.
c. Gambaran kaum wanita dalam al-Qur’an
Al-qur’an berbicara tentang para wanita yang saleh dan
beriman dan bahkan menyebut-nyebut mereka dengan nada yang sama dengan pria
yang saleh dan beriman lebih-lebih, para wanita ini diharapkan untuk rnenjalankan kewajiban-kewajiban agama yang
sama sebagai mana pria. Hanya ada satu tokoh wanita yang negatif dalam
al-qur’an, dan dia adalah istri abu lahab, musuh utama nabi. Ia disebutkan
secara singkat dalam QS. 111
“Dan
istrinya membawa kayu bakar”.
Dimana ia dikatakan sebagai pembawa kayu bakar. Dia
mengenakan tali yang dipilin erat dilehernya dan menjadi contoh golongan kafir
yang celaka.
Kedudukan wanita seperti yang digambarkan dalam al-Qur’an
merupakan suatu peningkatan nyata dari keadaan yang berlangsung sebelumnya di
arabia pra Islam. Kaum wanita kini dapat mempertahankan dan membuat keputusan
sendiri mengenai kekayaan dan apa yang mereka kumpulkan selama perkawinan
mereka dan kinipun diizinkan, untuk pertama kalinya, menerima warisan.
Kadang-kadang izin yang ditetapkan dalam al-Qur’an surat 4:3 untuk mempunyai
empat istri sah ditafsirkan sebagai kelonggaran bagi empat perangai pria. Namun
poligami sesungguhnya tidak meluas dipraktikan seperti yang umumnya diyakini
orang.
Aturan al-Quran tersebut diatas bahwa para wanita itu
harus mendapatkan perlakuan yang adil telah mendorong banyak tokoh moderenis
untuk mendalilkan monogami sebagai bentuk ideal yang harus diperjuangkan.
Bagaimanapun juga, bahkan jika wanita mendapatkan bagian harta yang sama, bagai
mana mungkin seorang suami dapat melakukan perasaan yang sama pada
masing-masing dari semua istrinya?
Izin untuk menghukum seseorang karena mengulang sikap
membangkangnya diredakan oleh kata-kata Nabi yang menyarankan perlakuan penuh
kasih sayang kepada kaum wanita, “yang paling baik diantara kalian adalah
yang memperlakukan istrinya dengan cara yang paling baik pula”
III. Kesimpulan
Hadis-hadis Misogini dan semacamnya yang secara tersurat
mendiskreditkan kaum wanita, (suara wanita adalah aurat, jangan berjalan
dibelakang wanita karena punggung wanita adalah setannya, dll) melahirkan sikap
merasa tertindas dan ditindas pada kaum wanita. Dari sinilah kemudian munculah
semacam sikap perlawanan (perlu diketahui bahwa missogini juga terdapat dalam
semua Agama).
Lahirlah emansipasi wanita, gerakan feminisme yang
memperjuangkan hak-hak wanita. Lahirlah tokoh-tokoh feminisme (emansifasi
wanita) seperti Fatimah Mernisi, Aminah Wadud, Annemarie Schimmel, dan di
Indonesia Musdah mulia.
Terdapat berbagam teori dan gerakan dalam pembahasan
Feminisme yang menyajikan keberagaman ide, nilai, dan perspektif. Namun
demikian, gerakan Feminisme dengan mempertimbangkan beragam perspektif dari
beragam kelompok-kelompok tersebut berbeda-beda. Kendati demikian, dalam
kesimpulannya yang digali oleh perempuan muslim, mereka tidak dipandang sebagai
sebuah pembebasan atau perlindungan terhadap hak-hak kaum perempuan dalam
masyarakat melainkan sebuah pengingkaran terhadap nilai nilai perempuan.
[1] Khan, Wahiduddin. Antara
Islam dan Barat. Hal:52-54
[2] HR Usamah Ra
[3] QS. 13, 23
[5] Dalam websait sister in islam(http:/sister
in islam.org.my) ide-ide anti foligami, feminisme dan perjuangan kebebasan
hak-hak wanita begitu kental disuarakan
[6] Da merupakan salah seorang
mantan wartawan Wall strit journal, beliau juga bisa dikatakan sebagai seorang
aktifis feminis radikal. Dalam situsnya www.asranomani.com.
Pendahuluan
Jihad..
kata suci ini beberapa pecan kemarin sempat menjadi top news media masa indonesia. Pasalnya, dengan kata inilah salah
satu kelompok yang berbasis islam melancarkan serangan-serangan dan aksi-aksi
kekerasan di tanah air. Semua itu dilakukan untuk menghancurkan pusat-pusat
kuasa imperialisme- meski sekedar symbol yang salah alamat- dunia, yakni
amerika dan sekutunya. Implikasi dari itu semua adalah betapa banyak orang
mendapatkan mimpi buruk dan secara psikologis ada sesuatu yang salah apabila
mendengar kata jihad. Apakah Jihad seperti itu yang disyariatkan islam?
Pembahasan
Jihad merupakan “madrasah hakiki”,
bahkan tidak ada sekolahan yang lebih baik dibandingkan dengannya dalam
kerangka menciptakan manusia dan mendidiknya[1].
Allah Swt berfirman:
*
$tBur
c%x.
tbqãZÏB÷sßJø9$#
(#rãÏÿYuÏ9
Zp©ù!$2
4
wöqn=sù
txÿtR
`ÏB
Èe@ä.
7ps%öÏù
öNåk÷]ÏiB
×pxÿͬ!$sÛ
(#qßg¤)xÿtGuÏj9
Îû
Ç`Ïe$!$#
(#râÉYãÏ9ur
óOßgtBöqs%
#sÎ)
(#þqãèy_u
öNÍkös9Î)
óOßg¯=yès9
crâxøts
ÇÊËËÈ
Artinya;
“Tidak sepatuhnya bagi orang-orang yang mukmin
itu pergi semuanya (pergi ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberai peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (Qs. At-Taubah;
122)
Salah satu
tafsir yang berkenaan dengan ayat tersebut adalah; “ ayat tersebut bertanya;
mengapa setiap kelompok tidak menyiapkan suatu pasukan yang siap tempur dan
kelompok lain dengan mengirimkan sejumlah orang kepada Rosulullah untuk
menuntut ilmu Ilahi dari beliau? Kemudian setelah mereka menjadi alim,
hendaklah mereka mengajari kaumnya sekembalinya mereka dari menuntut ilmu agar
mereka bertaqwa kepada Allah Swt.
a.
Pengertian
Makna
asal Jihad ialah berbuat sesuatu secara maksimal, atau mengorbankan segala
kemampuan. Arti lain dari jihad adalah berjuang dengan sungguh-sungguh seperti firman allah dalam al-qur’an:
(#rßÎg»y_ur
Îû
«!$#
¨,ym
¾ÍnÏ$ygÅ_
4
.........
Artinya:
“Dan berjuanglah kamu dijalan allah
dengan perjuangan yang sungguh-sungguh………” (QS. al-Hajj: 78).
Adapun yang dimaksud dengan jihad menurut
terminologi para ulama seperti dikemukakan oleh sebagian mereka ialah:
Mengerahkan segala kemampuan yang ada atau sesuatu yang dimiliki untuk
menegakan kebenaran dan kebaikan serta menentang kebatilan dan kejelekan dengan
mengharap ridha allah[2].
Diantara bentuk jihad yang umum dikenal
ialah perang suci yang di lakukan umat islam terhadap orang-orang kafir (non
muslim) dalam rangka menegakan dan mempertahankan agama islam. Ini tidak
berarti bahwa kata jihad harus hanya berarti peperangan sebagaimana dianggap,
sebab, seperti dikemukakan diatas, kata jihad pada dasarnya mengandung
pengertian yang amat luas dan mencakup setiap bentuk perjuangan yang diridhoi
allah.
Termasuk kedalam pengertian jihad memerangi
hawa nafsu, bahkan memerangi hawa nafsu seperti yang telah disabdakan rasullah
merupakan jihad terbesar (jihad al-akbar) jika dibandingkan jihad-jihad yang
lainnya. Al-qur’an sendiri melarang manusia untuk mengikuti hawa nafsu, karena
hawa nafsu cenderung membawa manusia pada kejelekan bahkan tidak jarang
menyesatkan orang yang mengikutinya dari jalan allah[3].
b.
Jihad
= Perang Suci dan Pertahanan
Terdapat perbedaan perspektif mengenai
jihad antara ahli fikih Suni dengan ahli fikih Imamah. Ahli fikih Sunni
menganggap perang terhadap orang kafir untuk ekspansi wilayah akupanNegara
Islam sebagai bentuk jihad. Para fikih Imamah menganggap cakupan pengertian
jihad sesederhana itu, demi menjaga penyalah gunaan konsep ini oleh
otoritas-otoritas politik yang korup, mereka bersikeras bahwa izin dari Imam
adalah syarat yang diperlukan bagi jihad.[4]
Dalam buku yang berjudul “Agama Politik”,
Ahmad Vaezi mengutip perkataan Syaikh Tusi mengenai ketentuan berjihad; “ Salah satu hal yang diperintahkan bahwa Imam
haruslah menjadi satu-satunya untuk memeulai Jihad melawan orang-orang kafir
(kuffar).
Sachedina menjelaskan mengapa tidak
dibenarkan untuk jihad tanpa izin dari Imamiah:
Tujuan murni dari jihad, tidak
dijunjung tinggi oleh pemerintahan zaman khilafah. Apa yang menyebabkan jihad
menyimpang keluar dari tujuan al-Quran, ialah dengan munculnya kekuasaan yang
tidak adil dan tidak berhak yang mengklaim melakukan perang jihad atas nama
Tuhan.. dari kedua tujuan utama jihad, yaitu menyeru kepada rakyat untuk
merespon bimbingan Tuhan, dan untuk melindungi kesejahtraan mendasar rakyat.
Tujuan yang pertama, menurut seluruh ahli fikih Imamah, memerlukan hadirnya
imam yang adil atau orang yang diserahi tugas sebagai wakil oleh otoritas
semacam itu. Ini adalah intuk menjamin bahwa jihad teradap orang-orang kafir
telah dijalankan benar-benar demi Tuhan.
Jika
seorang Imam telah mendelegasikan otoritas dan tugas-tugasnya secara menyeluruh
kepada seorang fakih[5]
yang adil dan kapabel sebagai deputinya selama masa ghaib besar Imam (greater occulation), wilayah fukaha[6]
akan menjadi universal.keuniversalan wilayah membawa implikasi bahwa masyarakat
Islam membutuhkan seorang wali untuk memimpin dan mengatur urusan-urusan
mereka, tanpa mempersoalkan apakah seorang imam maksum hadir atau tidak.
c.
Jihad
“ Madrasah yang Menciptakan Manusia”
Pada hakikatnya, orang yang pergi ke medan
pertempuran melakukan dua jihad suci sekaligus; pertama jihad kecil dan kedua
jihad besar. Yang pertama, menghancurkan musuh dan mengalahkannya, Yang kedua,
membangun kepribadian dan mencapai keutamaan akhlak yang agung.[7]
Mujahid yang sabar dan tegar dalam
menghadapi gelombang penderitaanpun dituntut untuk menanamkan dalam dirinya,
sifat mengutamakan orange lain (al- Itsar) dan pengorbanan serta mensucikan
dirinya dari masing-masing sifat tercela. Pada saat ia mampu mengalahkan musuh,
ia juga harus mengalahkan nafsu amarah. Jika itu memeng terwujud, maka setelah
ia pulang dari medan pertempuran, ia dapat menyandang predikat manusia
seutuhnya dan menjadi pengajar dan pendidik bagi orang-orang yang belum
berangkat ke medan pertempuran.
Apabila madrasah sepritual dan Irfan
membuthkan dua puluh tahun atau tiga puluh tahun untuk mendidik manusia untuk
menjadi manusia yang seutuhnya, maka madrasah jihad mendidiknya hanya dalam
masa lima atau inam bulan[8].
Demikian lah yang terjadi pada masa permulaan terbitnya fajar Islam, di mana
banyak sahabat nabi yang terjadi pada masa permulaan terbitnya fajar Islam, di
mana banyak sahabat nabi yang terdidik di front dalam waktu yaang terdidik di
front dalam waktu yang sangat singkat
sekali. Pada masa itu banyak sekali
mereka yang berakhlak tercela jauh dari tuntutan Allah, tetapi keberangkatan
mereka ke medan perang merubah segalanya. Membuat decak kagum orang-orang yang
memperhatikan mereka, setelah kembalinya mereka pulang dari jihad.
Orang yang tidak berhasil mendidik dirinya
dengan pendidikan ini, maka pahalanya
-meskipun
ia gugur- tidak sama dengan pahala mujahid yang berhasil mendidik dirinyamendidik dirinya. Salah satu
syarat penting dan merupakan tujuan yang ingin diraih oleh mujahid di jalan
Allah, adaalah mendidik dirinya dan menghiasinya dengan akhlak-akhlak terpuji
serta menjauhkannya dari sifat-sifat tercela.
Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah
yang masyhur mengenai jihad, ketika beliau ditanyai Sahabat setelah memenangkan
perang badar. Beliau bersabda:
Artinya;
“Kita pulang dari Jihad kecil menuju
Jihad besar, yaitu Jihad melawan hawa nafsu.”
Dari
hadist diatas dapat difahami bahwa jihad melawan hawa nafsu yakni mngalahkan
sifat-sifat buruk dan keinginan-keinginan yang yang akan membawa manusia pada
kemadharatan merupakan jihad terbesar, karna jika perang melawan musuh yang
dhohir kita bisas tau seberapa besar kekuatan mereka sehingga kita bisa
mempersiapkannya dengan seimbang, akan tetapi hawa nafsu adalah musuh yang
tidak bisa dilihat jadi kesungguh-sungguhan dalam memeranginya merupakan modal
utama.
Penutup
Dari
pemaparan makalah di atas dapat kita ambil benang merah bahwa, jihad itu dibagi
dua ; jihad kecil dan jihad besar. Yang dimaksud dengan jihad kecil adalah
berperang terhadap kelompok yang berusaha untuk memerangi Islam, sedang jihad
besar adalah peperangangan yang dilakukan oleh diri pribadi terhadap hawa
nafsunya seniri.
Apapun
nama dan bentuk dari jihad, pada intinya, jihad merupakan salah satu upaya dari
penjagaan orang-orang muslim terhadap kemuliaan Islam.karena dalam jihad
terkandung nilai-nilai –yang apabila
nilai-nilai itu diperoleh oleh mujadid- yang akan menjaga Islam dari
pandangan-pandangan yang benci terhadapnya.
Dalam interpretasinya, Jihad pula
dapat kita masukan kedalam suatu nilai yang mengandug tingkat hermenetika,
dalam arti mengahasilkan ragam makna yang satu dan lainnya bukan saja ada
kemungkinan berbeda, tetapi bahkan bertolak belakang.
[2] Harun Nasution Dan Tim, Ensiklopedi
Islam Indonesia,Jilid 2 I-N, 2002,
Djambatan, Jakarta. Hal.539
[3] Ibid. Harun Nasution Dan Tim, Ensiklopedi
Islam Indonesia, Hal.539
[4] Lihat Agama Politik, Ahmad
Vaezi, hal 93-95
[5] Fakih,jamknya fukaha artinya
orang-orang yang ahli dalam masalah fikih (hukum) Islam
[6] Wilayah fukaha (fukaha jamak
dari fakih) dapat didefinisikan sebagai sebuah otoritas yang diserahkan kepada
fukaha yang berilmu tinggi sehingga mereka dapat mengarahkan dan member nasihat
pada umat Islam selama tidak hadirnya seorang Imam maksum.otoritas ini didapat
dariImam yang merupakan al-Hujjah(dari tuhan), oelh karenanya adalah wajib
untuk mentaati perintah-perintahnya sebagai otoritas tunggal yang sah.
Doktrin wilayat alfakih merupakan
poros sentral dari pemikiran politik Syi’ah
kontemporer. Ia mengadopsi sebuah system politik yang berbasiskan perwalian,
yang bersandarkan pada seorang fakih yang adail dan kapabel selama gaibnya imam
yang maksum, yaitu imam Mahdi. Akan tetapi, meskipun perwalian dari seorang
ulama agung diakui secara universal di antara semua teori-teori pemerintahan
Syi’ah, terjadi ketidak sepakatan pada detail-ditailnya, seperti besarnya
peranan fakih dan luasnya cakupan otoritasnya.
Subscribe to:
Posts (Atom)